PropertiTerkini.com, (AKARTA) — JLL, (NYSE: JLL), perusahaan real estate komersial dan manajemen investasi global, mengungkapkan sejumlah temuan terbaru. Salah satunya menyatakan bahwa, Indonesia bakal berkembang menjadi salah satu kawasan pusat manufaktur.
“Indonesia kini menjadi negara yang mendapatkan manfaat besar dari perusahaan yang mendiversifikasi manufaktur mereka untuk melengkapi basis manufaktur yang sudah ada di China,” kata Michael Ignatiadis, Kepala Strategi Manufaktur Asia Pasifik JLL, memaparkan temuan JLL tersebut.
Baca Juga: Tingkat Permintaan Positif di Awal 2024, JLL: Kondominium Masih Wait-and-See
Dalam satu dekade ke depan, kata dia, akan terjadi percepatan pergeseran dalam rantai pasokan, dimana diversifikasi manufaktur dan produksi akan terjadi di beberapa lokasi di Asia Tenggara dan India.
“Namun, perusahaan harus fleksibel saat mempertimbangkan lokasi dan opsi pembiayaan untuk memanfaatkan volatilitas rantai pasokan,” ujarnya.
Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan sudah mulai menjajaki relokasi manufaktur mereka keluar dari China.
Di Asia Pasifik, tren near/re/friend shoring ini telah menghasilkan strategi China+1 dimana perusahaan menambahkan basis manufaktur tambahan di luar China untuk mencegah gangguan terhadap rantai pasokan dengan mengurangi ketergantungan terhadap satu negara.
Baca Juga: Hunian Lansia Jadi Peluang Pasar Baru Bagi Bisnis Properti Indonesia
Berdasarkan penganalisis JLL, dampak utama telah dirasakan di negara-negara tujuan, terutama di Asia Tenggara dan India.
Hasilnya, sebut Michael Ignatiadis lagi, sejumlah pemerintahan di kawasan tersebut menunjukkan dukungannya terhadap peluang tersebut dan menerapkan lebih banyak kebijakan untuk mendukung industri manufaktur lokal mereka, yang memprioritaskan ketersediaan lahan dan akses ke sumber modal.
“Diversifikasi dalam rantai pasok adalah langkah alami bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur di siklus hidup ekonomi yang lebih besar di wilayah ini,” terangnya.
“Kami melihat bahwa Kawasan Asia Tenggara dan India dapat saling melengkapi dengan kekuatan produksi yang sudah ada dari Tiongkok, namun menurut kami, agar perusahaan dapat merespons perubahan rantai pasokan ini dengan cepat, mereka perlu mengadopsi pola pikir yang fleksibel terhadap pemilihan lahan dan opsi pendanaan,” urai Michael Ignatiadis.
Indonesia Bangkit Sebagai Pusat Manufaktur Besar
Indonesia, dengan fondasi ekonominya yang kuat, kini bangkit sebagai pusat manufaktur besar.
Baca Juga: Altea BLVD, Proyek Baru Senilai Rp2,6 Triliun Garapan Astra Land Indonesia dan Sinar Mas Land Mulai Dibangun
Populasi yang besar dan banyaknya tenaga kerja, biaya yang menarik, dan berbagai insentif yang ditawarkan di negara ini menjadikannya tujuan investasi manufaktur yang menarik.
Pada tahun 2023, Indonesia mengalami peningkatan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) dalam bidang manufaktur, dengan peningkatan sebesar US$4 miliar sehingga mencapai total US$28,7 miliar.
Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang signifikan untuk industri-industri utama seperti elektronik dan perlengkapan, bahan kimia dan farmasi, serta kendaraan bermotor dan transportasi lainnya.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung dan menarik investasi dalam bidang manufaktur.
Beberapa inisiatif utama antara lain insentif untuk kendaraan bermotor tenaga baterai, insentif pajak investasi melalui Kawasan Ekonomi Khusus, dan strategi.
“Making Indonesia 4.0” yang bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi manufaktur mutakhir.
Baca Juga: Investasi Real Estat Komersial di Asia Pasifik Naik 13% Pada Kuartal Pertama
Selain itu, Indonesia mengizinkan 100% kepemilikan asing di sektor-sektor utama seperti logistik dan e-commerce.
Indonesia juga berkomitmen terhadap target net-zero emisi karbon pada tahun 2050 melalui Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050.
Kebijakan-kebijakan ini menciptakan lingkungan yang mendukung investasi manufaktur, sehingga menempatkan Indonesia sebagai destinasi yang memiliki daya saing bagi produsen dunia.
Farazia Basarah, Country Head dan Head of Logistics and Industrial JLL Indonesia mengatakan, Indonesia menawarkan ekosistem manufaktur yang kuat melalui inisiasi pemerintah, insentif dan tenaga kerja yang besar.
“Lokasi strategis kami dan melimpahnya sumber daya alam menjadikan Indonesia destinasi utama bagi produsen yang ingin mendiversifikasi dan memperkuat rantai pasok mereka,” ujarnya.
Baca Juga: INPP Optimis Bisnis Tumbuh Positif di 2024, Beberkan Keunggulan dan Rencana Pengembangan Proyek Baru
Meningkatnya biaya di Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir telah mempercepat pelestarian menuju diversifikasi ini.
Permintaan yang lebih besar terhadap lahan industri, ditambah dengan upah dan biaya bahan baku yang meningkat juga menjadikan harga tanah lebih mahal di China.
Ini menjadikan Indonesia alternatif menjadi lebih hemat biaya. Terlebih lagi, faktor-faktor seperti tenaga kerja ahli, infrastruktur, regulasi lingkungan, kedekatan dengan pemasok dan pelanggan, serta stabilitas politik berkontribusi besar untuk kesuksesan dan keinginan pabrik dalam jangka panjang.
Baca Juga: Pabrik Yadea Karawang Mulai Dibangun, Pabrik Terbesar yang Produksi 1 Sepeda Motor Listrik Hanya 40 Detik
JLL merekomendasikan perusahaan untuk berhati-hati dalam memasukkan faktor-faktor non-biaya atau kualitatif ini karena sangat penting untuk membuat keputusan yang tepat dan membangun fondasi yang kuat untuk pertumbuhan di masa depan.
Untuk lebih lanjut mengenai laporan terbaru JLL mengenai manufaktur di Asia Tenggara dan China, termasuk wawasan yang lebih mendalam mengenai Indonesia, kunjungi tautan informasi .
Baca berita lainnya di GoogleNews