Modal awal hanya Rp500 ribu, kini Tuti Nurhayati raup omzet dari bisnis boneka hingga Rp100 juta per bulan. Luar biasa bukan!
Propertiterkini.com – Lima tahun jadi kuli pabrik boneka, kini Tuti Nurhayati pun meretas sukses menjadi pengusaha boneka. Tak tanggung-tanggung, 6.000 boneka mampu ia produksi per bulannya. Dan omzet yang diraupnya pun melambung jauh dari modal Rp500 ribu yang ia keluarkan 14 tahun lalu.
Baca Juga:
- Mengapa Wanita Wirausaha Lebih Bahagia?
- Delapan Bulan Bisnis Clay, Arie Nabila Raup Omzet Belasan Juta per Bulan
- Melirik Kerlap-Kerlip Bisnis Manik-Manik
Selepas mengenyam pendidikan SLTA, pada 1995, Tuti langsung terjun ke dunia kerja. Ia mengawali karirnya, bekerja di pabrik boneka di wilayah Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Di pabrikan milik pengusaha asal Korea ini, wanita asal Sukabumi, Jawa Barat tersebut bersama ribuan karyawan lain memroduksi beragam boneka untuk diekspor ke berbagai negara.
Meski lebih banyak mengurusi administrasi, namun ia kerap terjun langsung ke bagian produksi untuk melihat dan mengetahui langsung kualitas, serta kesiapan produk boneka yang nantinya dipasarkan ke luar negeri tersebut. Tuti pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk belajar dan memahami detail pembuatan boneka, dari tahapan awal hingga finishing.
“Dikarenakan sudah berumah tangga, pada tahun 2000, saya memilih untuk berhenti kerja di pabrik tersebut dan fokus ngurusi keluarga,” ujar Tuti kepada IndoTrading News yang menyambangi tempat usahanya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Namun dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, Tuti pun mulai merasa bosan dan jenuh. Rupanya, keadaan tersebutlah yang melahirkan ide kreatif ibu tiga anak ini untuk coba memulai sebuah ‘petualangan’ baru, bisnis boneka.
Serasa memiliki sedikit pengetahuan dan keahlian untuk membuat boneka, maka aktivitas inilah yang dilakukannya. Apalagi ia juga sangat menyukai boneka, yang dalam benaknya pun produk ini bakal disukai banyak orang. Maka, ia pun berinisiatif mengumpulkan beberapa temannya yang sama-sama adalah mantan buruh pabrik boneka dari perusahaan yang sama.
“Awalnya kami tidak pernah berpikir untuk membuat sebuah usaha seperti ini. Jadi cuman iseng aja, isi waktu luang aja,” tuturnya.
Namun tak disangka, usaha rumahan, bisnis boneka tersebut pun terus berjalan. Tuti mengaku, untuk modal awal menjalankan kesibukan baru ini, ia mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp500 ribu.
“Sekitar Rp500 ribu untuk beli bahan buat coba-coba,” ucapnya sumringah.
Bisnis Boneka yang Berulang Ditolak
Beberapa jenis boneka yang diproduksi Zhovy Toys./ Foto: Padre
Setelah berhasil memroduksi beberapa jenis boneka, seperti Teddy Bear, Tuti pun kebingungan, mau diapakan sekian banyak produk boneka yang sudah jadi tersebut. Rasa penasaran bercampur pesimis terus menggelayut. Namun terus didorong oleh suami dan mertuanya, Hj. Aminah, ia pun memberanikan diri, menawarkan produknya itu ke toko-toko.
Memang tak mudah memasarkan boneka buatan tangan Tuti dan kawan-kawannya tersebut, apalagi harus bersaing dengan pasaran boneka yang sudah ada. Mau ke media online (internet), ia sama sekali tak memahami teknologi tersebut, alias gaptek. Meski demikian, ia tak mundur. Tuti terus menawarkan ke siapa saja. Dari mulut ke mulut, keluar masuk toko, bahkan hingga pusat-pusat perbelanjaan (mal) pun ia datangi.
“Hampir semuanya menolak, karena mereka melihat kita kan masih baru dan belum jelas juga usaha ini,” ceritanya.
Alhasil, kegigihan dan keuletannya tersebut pun mulai berbuah positif. Satu per satu toko yang ia datangi mulai menerima produknya itu. Meski banyak yang masih pesimis akan penjualan boneka itu, atau entah karena terpaksa lantaran sering didatangi Tuti. Tapi yang jelas, produknya sudah bisa diterima di toko-toko.
“Paling tidak mereka mulai menerima boneka saya,” imbuhnya.
“Ada yang mau ambil satu lusin dan bahkan dua lusin,” Tuti menambahkan.
Sungguh di luar dugaan, boneka hasil tangan Tuti dan kawan-kawannya tersebut ternyata mendapat respons pasar yang cukup menggembirakan. Menurut dia, bonekanya tersebut diterima baik lantaran kualitas bonekanya yang lebih bagus dari boneka lainnya.
Selain jahitan yang rapih dan kuat, boneka yang dihasilkannya telah menggunakan bahan flanel dan rasfur yang buluhnya lebih panjang serta lebih lembut. Sementara di bagian dalam, Tuti mengisinya dengan bahan dakron. Dengan begitu, boneka yang dihasilkannya pun lebih tahan lama, lentur dan lebih lembut.
“Banyak boneka yang masih menggunakan bahan velboa yang buluhnya pendek dan sedikit lebih kasar daripada rasfur yang buluhnya lebat panjang dan halus. Lebih dari itu, bagian dalamnya mereka gunakan spon/busa bekas sehinga produk bonekanya pun kurang elastis dan tidak begitu nyaman,” terangnya.
Bagi Tuti yang baru memulai usahanya, bisnis boneka kala itu, ini merupakan peluang emas yang harus benar-benar bisa ia garap. Maka Tuti pun mulai serius dan fokus menjalankan rutinitas barunya yang belakangan ia namakan “Zhovy Toys”-nama yang diadopsi dari nama anak pertamanya, Zhofra Natha Ridhovy.
Sang sumi pun mendukung penuh aktivitas baru isterinya ini. Usaha yang berawal dari rumah ini pun terus berkembang hingga Tuti memiliki sebuah tempat usaha di kawasan Cibinong, Bogor. [Pius Klobor/IndoTrading News]
Bersambung…