PropertiTerkini.com, (JAKARTA) — Program rumah subsidi untuk jurnalis melalui kerja sama Kementerian PKP dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menuai penolakan dari tiga organisasi pers nasional, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Ketiganya menilai bahwa program rumah bersubsidi khusus jurnalis bukan hanya tidak tepat sasaran, tetapi juga berpotensi mencederai independensi dan kredibilitas profesi jurnalis.
Baca Juga: Pemerintah Sediakan 1.000 Rumah Subsidi untuk Wartawan, Berikut Kuota Rumah Subsidi Berdasarkan Profesi
Pemerintah melalui kolaborasi dengan BPS, Tapera dan BTN, akan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) untuk penyaluran rumah subsidi untuk jurnalis tersebut.
Penyaluran sebanyak 1.000 rumah subsidi layak huni tersebut rencananya mulai dilakukan pada 6 Mei 2025.
Diketahui, FLPP bisa diakses oleh siapa saja, warga negara yang memenuhi persyaratan, seperti belum memiliki rumah, penghasilan maksimal 7 juta (lajang) atau 8 juta (mereka yang berkeluarga), serta bunga ditetapkan 5% fix dan uang muka 1% dari harga rumah.
Sementara melalui program ini, jurnalis akan memperoleh jalur khusus. Hal ini memicu kekhawatiran serius dari sejumlah tokoh dan organisasi media.
Baca Juga: Ada Dugaan Kecurangan Proyek Rumah Eks Pejuang Timor-Timur: Ditemukan 4 Bukti Kuat, Bikin Geger!
Aliansi profesi jurnalis menilai bahwa rumah sebagai kebutuhan pokok sudah semestinya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sehingga akan lebih baik jika pemerintah fokus pada pengadaan rumah yang terjangkau oleh warga negara dan target 3 juta rumah benar terpenuhi.
Jalur Khusus Jurnalis Dianggap Privilege yang Tidak Perlu
Program rumah subsidi untuk jurnalis menuai reaksi negatif karena memberikan perlakuan istimewa kepada profesi tertentu, sementara profesi lain harus mengikuti mekanisme normal.
“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya,” tegas Reno Esnir, Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum AJI, Nany Afrida. Menurutnya, jika jurnalis menerima rumah dari pemerintah, akan sulit menghindari kesan bahwa jurnalis telah ‘dibeli’ atau kehilangan sikap kritis terhadap kekuasaan.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan 20.000 Rumah Subsidi untuk Buruh, 100 Unit Pertama Diserahkan di Hari Buruh
“Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi,” kata Nany.
“Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank,” lanjutnya.
Program Rumah Subsidi untuk Jurnalis Tidak Sesuai Mandat Pers
Sementara Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya fokus memperbaiki skema pembiayaan rumah agar terjangkau oleh semua warga negara, tanpa diskriminasi profesi.
Ia juga menyarankan agar Dewan Pers tidak dilibatkan dalam program tersebut. “Dewan Pers mandatnya lebih fokus pada jurnalistik, sementara program rumah subsidi untuk jurnalis tidak terkait langsung dengan pers,” ujar Herik.
Baca Juga: Investasi Perumahan Diperkuat Lewat CEO Forum Indonesia-Qatar, MoU 1 Juta Rumah MBR Telah Ditandatangani
“Tidak perlu ada campur tangan Dewan Pers karena bukan mandatnya untuk mengurusi perumahan,” tambahnya.

Dia juga menyampaikan apresiasi terhadap perhatian pemerintah, namun mengingatkan bahwa perhatian tersebut seharusnya diwujudkan dalam bentuk regulasi yang membangun ekosistem media yang sehat.
Ketiga organisasi—AJI, IJTI, dan PFI—sepakat bahwa yang lebih utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan jurnalis adalah dengan menegakkan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan memastikan upah minimum dipenuhi oleh perusahaan media.
“Jika upah jurnalis sudah layak, maka kredit rumah dengan mudah dapat dipenuhi,” ujar Nany.
Selain itu, aspek keselamatan jurnalis saat meliput juga dinilai lebih penting dan mendesak untuk diperhatikan oleh negara dibanding pemberian fasilitas rumah bersubsidi.
Baca Juga: Rumah Subsidi Driver Online: 2.000 Unit Siap Dibangun Lewat Kolaborasi Kementerian PKP dan GoTo
“Jurnalis termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan ketika melakukan liputan. Karena itu sebaiknya program pemerintah fokus pada jaminan keamanan saat jurnalis meliput,” tegas Reno.
Untuk ini, AJI, IJTI, dan PFI pun mendesak agar pemerintah segera membatalkan program ini dan mengalihkan fokus kepada perbaikan sistem dan regulasi yang dapat meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia, termasuk jurnalis, secara adil dan setara.
***
Baca berita lainnya di GoogleNews
———
KONTAK REDAKSI:
Telepon/WA: 0813 8225 4684
Email Redaksi: redaksi@propertiterkini.com
Email Iklan: iklan@propertiterkini.com