PropertiTerkini.com, (JAKARTA) — Material ekspos merupakan pekerjaan pada sebuah bangunan yang belum mencapai finishing. Lantas, bagaimana ketika diaplikasikan pada seni arsitektur?
Andy Rahman, arsitek dari firma Andyrahman Architect, mengatakan, tren penggunaan material ekspos baru marak digunakan di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir.
Baca Juga: Rumah Tradisional Minang, Arsitektur Nusantara Bernilai Tinggi
Hal ini, kata dia, ditandai dengan maraknya pembangunan rumah dengan desain tropis modern yang banyak menggunakan material ekspos.
“Sebetulnya material ekspos itu terinspirasi dari arsitektur Nusantara,” kata Andy dalam program Demix Talks yang diadakan oleh PT Demix Sarana Industri Indonesia, pada Minggu (12/11/2023), lalu.
Adapun tema Demix Talks episode kali ini adalah “Ekspresi Material Ekspos Pada Seni Arsitektur”. Selain Andy Rahman, turut hadir, David AL, pengamat arsitektur.
Lebih lanjut menurut Andy, pada zaman dulu, saat nenek moyang mengembangkan desain dan arsitektur selalu mengedepankan prinsip kejujuran material, sehingga material ditampilkan apa adanya.
Baca Juga: Menata Dekorasi Ruang Tamu Menjadi Lebih Nyaman dengan Produk Lokal
“Nenek moyang kita juga paham betul tentang kondisi iklim kita, jadi mereka menggunakan bahan material yang nature-nya tidak melawan alam,” ungkap Andy Rahman.
Dalam setiap hasil karyanya, Andy Rahman memang kerap mengaplikasikan material bangunan dengan cara diekspos tanpa diberi finishing.
Hal ini mengacu pada karakter bangunan arsitektur Nusantara yang pada umumnya memperlihatkan struktur atau material asli tanpa finishing.
Baca Juga: Onduline Green Roof Awards 2023 Asia: Semua Pemenang Arsitek Indonesia
Andy mengatakan, sebenarnya hampir semua material pada sebuah bangunan bisa diekspos, mulai dari atap, rangka, baja struktur hingga dinding.
Andy sendiri lebih sering menggunakan bahan material batu bata. Menurutnya, material ini mempunyai karakteristik yang menarik dan memiliki potensi untuk dikembangkan dalam konsep arsitektur kontemporer.
Bahan material lainnya yang sering digunakan Andy adalah roster. Material ini dapat membuat udara dan cahaya alami masuk hingga ke bagian dalam bangunan.
Dengan begitu, seluruh ruang menjadi lebih sehat karena selalu mendapat udara dan cahaya alami, sekaligus meminimalkan penggunaan AC (air conditioner).
Baca Juga: Umumkan Pemenang, DAIKIN Designer Award Lahirkan Karya Hunian Ideal
Selain itu, pembangunan karya arsitektur juga harus memperhatikan perawatannya, karena mayoritas desain bangunan saat ini menghabiskan banyak dana untuk perawatan bangunan dalam jangka panjang.
Dengan penerapan material unfinished dapat menghemat biaya maintenance sebab dalam waktu yang akan datang tidak perlu dilakukan pengecatan ulang.
“Material bata atau roster cukup dibersihkan debunya saja,” imbuhnya.
Salah satu cara mengurangi biaya perawatan adalah menggunakan material ekspos, karena natural, semakin natural semakin dekat dengan alam, semakin blending dan eksotik.
“Itu harusnya jadi mindset kita, jangan selalu berpikir harus baru, kinclong atau bersih,” tegas Andy.
Baca Juga: Metafisika China Wujudkan Keseimbangan dan Keselarasan Alam Semesta
Andy Rahman sendiri mulai gemar menggunakan material ekspos sejak tahun 2014. Sebelumnya dia banyak membangun hunian dengan konsep minimalis.
Dirinya menyebut, gaya arsitektur yang jalankannya adalah lokal, global, hybrid, yakni pengembangan arsitektur Nusantara dengan tidak menutup perkembangan zaman atau global.
“Sehingga desain yang saya terapkan tetap modern dan kontemporer, meskipun menggunakan material lama,” tuturnya.
Sementara menurut David AL, penikmat arsitektur, dari waktu ke waktu arsitektur selalu berevolusi.
Baca Juga: SOUTH78 Gelar Bintaro Design District, Tampilkan Desain Kreatif Go Green
Indonesia sendiri memiliki ciri khas arsitektur yang akan selalu tetap relevan dan timeless digunakan karena selalu memperhatikan kondisi alam sekitar.
Berbeda dengan gaya arsitektur dari luar negeri yang belum tentu bisa diaplikasikan di Indonesia.
“Arsitektur di luar negeri dapat digunakan di Indonesia, namun harus ada beberapa hal yang diperhatikan salah satunya adalah musim,” katanya.
Di luar negeri, lanjut David, memiliki empat musim, sementara di Indonesia hanya 2 musim. “Sehingga arsitektur yang akan digunakan harus menyesuaikan dengan musim di negaranya sendiri,” ujar David.
Baca berita lainnya di GoogleNews