Tren pasar properti Banten mengalami perlambatan dan dikhawatirkan akan menerus. Kondisi pasar yang ada saat ini tidak serta merta menggambarkan jatuhnya pasar perumahan di wilayah Banten, melainkan terjadi mismatch pasar dikarenakan pasokan rumah seharga dibawah Rp300 jutaan yang semakin terbatas, sementara pasar terus mengarah ke segmen ini.
Propertiterkini.com – Indonesia Property Watch mencatat nilai penjualan pasar perumahan di wilayah Banten mengalami penurunan sebesar 21,5 persen (qtq) pada triwulan kedua tahun 2018, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan 31,1 persen (qtq).
Sebagian besar nilai penjualan masih didominasi penjualan rumah di wilayah Tangerang dan sekitarnya sebesar 83,5 persen, diikuti Cilegon sebesar 13,5 persen, dan Serang 3,0 persen.
Baca Juga:
- Dulu Ditertawakan, Usulan IPW Soal Rumah Pertama Tanpa DP Kini Diterima BI
- Tahun Politik Bikin Investor Galau
- IPW: Pasar Perumahan Banten Q1-2018 Naik Lagi
“Sebagian besar proyek mengalami penurunan nilai penjualan, termasuk proyek-proyek di wilayah Cilegon yang mengalami penurunan paling tinggi sebesar 50 persen, diikuti Tangerang yang juga mengalami penurunan 22,5 persen,” ujar CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Menurut Ali, pertumbuhan nilai penjualan yang terjadi tersebut diperkirakan karena naiknya penjualan unit tipe kecil di kisaran harga Rp150 – 300 jutaan dengan komposisi penjualan mencapai 54,3 persen, diikuti segmen harga dibawah Rp150 juta sebesar 22,8 persen.
Sedangkan segmen harga yang sempat menjadi primadona pada triwulan sebelumnya di kisaran Rp300 – 500 jutaan relatif mengalami penurunan pada triwulan ini, termasuk unit dengan segmen diatas Rp500 jutaan.
“Pergeseran pasar terus mengarah ke segmen harga lebih rendah dengan harga transaksi rata-rata sebesar Rp297 jutaan per unit,” katanya.
Ali melanjutkan, siklus musiman pada triwulan kedua 2018 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan liburan hari raya Idul Fitri sementara diperkirakan berdampak pada penurunan penjualan.
Namun Indonesia Property Watch tetap mengkhawatirkan tren pasar properti Banten ini akan berlanjut pada triwulan selanjutnya sampai akhir tahun, mengingat adanya kenaikan suku bunga Bank Indonesia menjadi sebesar 5,25 persen yang dipastikan akan mengerek suku bunga perbankan lebih tinggi lagi, yang akhirnya memengaruhi suku bunga KPR saat ini.
“Kenaikan ini juga membuat daya beli semakin tertekan. Pelonggaran Loan to Value (LTV) dari Bank Indonesia pada akhir Juni lalu menjadi kurang berdampak pada pergerakan pasar properti secara umum,” terang Ali.
Indonesia Property Watch menilai kondisi pasar yang ada saat ini tidak serta merta menggambarkan jatuhnya pasar perumahan di wilayah Banten, melainkan terjadi mismatch pasar dikarenakan pasokan rumah seharga dibawah Rp300 jutaan yang semakin terbatas, sementara pasar terus mengarah ke segmen ini.
Kata Ali, beberapa proyek yang berhasil membaca pasar dengan memasok harga rumah di segmen ini memerlihatkan tingkat penjualan di atas rata-rata yang terjadi di wilayah Banten secara umum.
“Untuk ini, para pengembang diharapkan bisa lebih melakukan pendekatan pasar yang benar sehingga perlambatan ini tidak akan menerus sampai akhir tahun,” pungkasnya.