Terlepas dari status tanah HPL, Kemayoran tetaplah sebuah kawasan strategis dengan potensi yang cukup menjanjikan. Rata-rata harga tanah perumahan secondary mencapai Rp30-50 juta per meter. Sementara harga sewa area commercial di Kemayoran 25-40% lebih rendah ketimbang rata-rata harga sewa commercial di area Kuningan.
Dengar nama “Kemayoran“, apa yang Anda pikirkan? Tentunya sebuah kawasan yang terkenal dengan event tahunannya, yaitu Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang diselenggarakan di gedung JIEXPO. Sejak dahulu, Kemayoran juga merupakan sebuah kawasan strategis yang ditandai dengan adanya Bandara Internasional Kemayoran.
Secara geografis pun, kawasan Kemayoran tidak jauh dari pusat pemerintahan, juga dari golden triangle (segitiga emas), kawasan bisnis Jakarta. Kemayoran juga dikelilingi oleh beberapa pusat bisnis dan perdagangan, seperti Mangga Dua, Pasar Baru, Senen, Kelapa Gading dan Sunter.
Dari segi infrastruktur pun sudah cukup memadai, dimana jalan utama yang extra lebar dan sudah terkoneksi dengan Jalan Tol Sedyatmo. Kawasan ini juga masuk dalam jalur proyek transportasi massal light rail transit (LRT).
Bahkan Kemayoran pun akan menjadi ‘tuan rumah’ penyelenggaraan event olahraga Asian Games 2018, Agustus-September mendatang. Pasalnya, pemerintah telah membangun Wisma Atlet Kemayoran yang sudah rampung sejak tahun lalu.
Baca Juga:
- Harga Terjangkau, Creative Office bagi Startup di Citra Towers Kemayoran
- Kemayoran: The Sleeping Giant
- CAWANG-MT HARYONO: The Second CBD Jakarta
Strategisnya kawasan ini pun dapat dibuktikan dengan keberadaan sejumlah pengembang kakap yang sudah menancapkan proyek propertinya di Kemayoran. Antara lain, Ciputra Group, Agung Sedayu Group, Pikko Group, Central Cipta Murdaya Group, Springhill Group dan lainnya.
Kini, kawasan Kemayoran seluas 454 hektar (lahan di bawah penguasaan PPKK/Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran) ini dipenuhi beragam bangunan, mulai dari fasilitas MICE, hotel, office, pusat belanja, dan tentunya hunian-hunian vertikal yang sudah tersebar.
Namun yang menjadi pertanyaan, kenapa pertumbuhan Kawasan Kemayoran tidak seagresif kawasan lain di Jakarta yang telah bertransformasi menjadi central business district (CBD)? Padahal kawasan ini pun sudah lama digadang akan menjadi next CBD Jakarta, namun kenyataannya, setelah kawasan Kota sepanjang Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk yang merupakan CBD pertama di Jakarta, berpindah-lah ke CBD segitiga emas Jakarta saat ini (koridor Sudirman, Gatot Subroto dan Thamrin).
Bahkan pelebaran CBD juga tak terhindarkan di sekitar Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan saat ini semakin melebar lagi ke arah MT Haryono dan TB Simatupang. Kapan CBD bergeser ke Kemayoran?
“Kendala utamanya adalah daya serap pasar. Daya tarik Kemayoran dan area seputar Kemayoran tidak terbangun dengan massive seperti daerah timur, selatan dan barat Jakarta yang cenderung berkembang. Area seputar Kemayoran adalah komplek lama yang sudah padat dan relative lebih tinggi harganya. Untuk membangun ‘appeal‘ dari sebuah area dibutuhkan effort berkelanjutan dan bukan dari satu developer saja. Melainkan dari beberapa player yang ada di daerah tersebut,” ujar Country General Manager Rumah123, Ignatius Untung, beberapa waktu lalu.
Kawasan Kemayoran dengan status kepemilikan lahan oleh Sekretariat Negera (Sekneg) yang bersifat HPL (Hak Pengelolaan), juga disinyalir menjadi salah satu alasan, lambatnya pertumbuhan kawasan tersebut.
“Properti dengan status HPL tentunya lebih kurang diminati ketimbang HGB murni apalagi SHM. Data kami menunjukkan, kecuali lokasinya benar-benar luar biasa menarik, properti-properti dengan status HPL cenderung lebih memerlukan effort untuk didorong,” kata Untung.
Menurut Untung, area Kemayoran sebelumnya cukup potensial sebagai area extension atau kantor pusat produk-produk computer dan elektronik yang banyak diperdagangkan di Manga Dua dan Glodok. Memiliki kantor pusat di Kemayoran menjadi lebih masuk akal ketimbang di Sudirman yang relatif lebih jauh dari Manga Dua dan Glodok.
“Sayangnya, lesuhnya pasar retail offline termasuk di dua area tersebut menyurutkan potensi Kemayoran untuk menyasar industri tersebut,” tandasnya.
Kemayoran relatif akan menghadapi tantangan dalam mencari tenant dengan pertimbangan perusahaan akan mencari lokasi kantor yang masih terjangkau dari tempat tinggal karyawannya. Letaknya yang terlalu ke utara menjadi kelemahannya. Bahkan jika dibandingkan dengan Simatupang yang terlalu ke selatan, Simatupang menjadi lebih menarik karena di sisi selatan Simatupang masih banyak kantong-kantong perumahan.
“Sementara sebelah utara Kemayoran sudah teluk Jakarta, tidak banyak kantong tempat tinggal di sana ketimbang selatan. Tapi Sudirman dan Kuningan dengan letaknya yang di tengah tetap sulit disaingi oleh wilayah manapun,” sebut Untung.
Catatan perumahan secondary Rumah123 menunjukkan rata-rata harga tanah dalam kawasan Kemayoran mencapai Rp30-50 juta per meter sudah berikut bangunan dan bergantung kondisi dan kualitas bangunannya.
“Sudah terlalu tinggi untuk pengembangan primary. Dengan harga ini area ini menghadapi persaingan ketat dari area yang jauh lebih popular seperti Kelapa Gading, Sunter dan Ancol,” katanya.
Sementara harga sewa area commercial di Kemayoran 25-40% lebih rendah ketimbang rata-rata harga sewa commercial di area Kuningan. Harganya berkisar antara Rp125.000 per meter hingga Rp200.000 per meter per bulan.
“Area ini punya nilai jual akses dan jarak tempuh ke tengah kota dan tempat-tempat strategis. Fasilitas sekitarnya pun relative sudah jadi. Untuk itu cara-cara pemasarannya harus tajam, kreatif dan tidak sekedar menjual properti seperti komoditi. Namun begitu harus dipahami bahwa marketnya segmented, jadi baiknya tidak terlalu muluk-muluk untuk menyasar market yang terlalu luas dan size project yang besar. Lebih baik pengembangannya setahap demi setahap,” saran Untung.