PropertiTerkini.com, (JAKARTA ) — Upaya pengentasan kemiskinan Presiden Prabowo Subianto salah satunya adalah mengandalkan instrumen penyediaan hunian melalui Program 3 Juta Rumah.
Pemerintah berharap program penyediaan rumah lewat Program 3 Juta Rumah dapat menekan angka kemiskinan sebesar 1,8 persen di tahun depan.
Baca Juga: Dana Abadi Perumahan Atasi Keterbatasan Pembiayaan Perumahan
Hal ini dikemukakan oleh Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Bonny Z Minang, saat diskusi Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) bertema “Gotong Royong Mewujudkan Mimpi Bangun 3 Juta Rumah”, di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.
Menurut Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Bonny Z Minang, pengentasan kemiskinan melalui Program 3 Juta Rumah merupakan upaya menerapkan prinsip berkeadilan sosial. Presiden Prabowo Subianto menginginkan agar dukungan negara terhadap masyarakat tidak mampu adalah subsidi ke sektor produktif. Ini adalah landasan munculnya Program 3 Juta Rumah untuk mengentaskan kemiskinan.
Rincian Program 3 Juta Rumah, lanjut Bonny, sebanyak 2 juta rumah dibangun di wilayah pedesaan dan pesisir. Sisanya sebanyak 1 juta rumah akan dibangun di wilayah perkotaan.
Adapun untuk 2 juta rumah yang dibangun di pedesaan dan pesisir harus digarap oleh UMKM yang ada di desa. Pengembang yang tergabung di asosiasi perumahan tidak diperbolehkan untuk ikut membangun 2 juta rumah di pedesaan.
Baca Juga: Kementerian PKP Cari Skema Baru Miliki Rumah Tanpa Slip Gaji
Program 3 Juta Rumah ini diyakini akan menggairahkan perekonomian daerah. saat ini terdapat 75 ribu desa di Indonesia. Dengan target pengembangan 2 juta rumah, maka setiap desa akan dibangun 26 unit rumah.
Program ini akan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar Rp300 triliun. Dari jumlah tersebut, dengan asumsi profit margin 20 persen, maka akan ada uang bergulir sebesar Rp60 triliun. Sehingga dapat menggerakkan perekonomian daerah.
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Penduduk Miskin Per Maret 2024 Mencapai 25,22 Juta Orang. Jumlah Tersebut Turun 0,68 Juta Orang Dibandingkan Periode Yang Sama Tahun Sebelumnya (Year On Year/Yoy).
“Dengan program perumahan rumah diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sekitar 1,8 persen per tahun. Hal itu seiring terciptanya pertumbuhan ekonomi karena adanya pengembangan perumahan,” tambah Bonny.
Sementara itu Direktur Sistem Dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR), Edward Abdurrahman, mengatakan program tersebut beranjak dari problem sosial yakni kemiskinan.
Baca Juga: Dekorasi Rumah untuk Momen Akhir Tahun: Ini 3 Ide Menarik dengan Lampu Pintar WiZ
“Konsep pembangunan perumahan sebagai instrumen pengentasan kemiskinan digagas oleh Satgas Perumahan. Perlu ada pelibatan pemerintah daerah sebagai regulator di tingkat lokal sebagai upaya memperkuat ekosistem perumahan,” ujar Edward.
Skema Komposisi Baru FLPP
Direktur Pembiayaan Perumahan BP Tapera, Imam Syafii Toha yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tengah merancang skema baru Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Apabila sebelumnya komposisi pendanaan 75:25 yakni dari APBN dan perbankan, maka di tahun depan skemanya diubah menjadi 50:50.
“Dengan keterbatasan sumber pembiayaan APBN, diharapkan bisa dicapai hasil yang optimal. Seluruh bank penyalur sudah menyatakan kesiapannya dengan komposisi 50:50 agar optimalisasi penyaluran dana KPR bisa lebih besar,” kata Imam.
Menurut Imam, Senin, 23 Desember 2024, BP Tapera bersama seluruh bank pelaksana akan melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) penyaluran KPR FLPP tahun 2025. Dengan skema saat ini, dengan komposisi 75:25 akan menghasilkan 220 ribu unit rumah.
Baca Juga: Kolaborasi Madana Land dan Kopkar Kanitra, Hadirkan Solusi Pembiayaan bagi Anggota Koperasi
Jika skemanya diubah menjadi 50:50, maka porsi pendanaan KPR FLPP bisa mendanai 330 ribu unit tahun depan. Komitmen ini akan diikrarkan ekosistem pembiayaan perumahan pada saat penandatanganan PKS di hadapan Menteri Keuangan dan Menteri Perumahan Dan Kawasan Permukiman (PKP).
Kepala Divisi Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Budi Permana, tidak mempersoalkan perubahan skema komposisi KPR FLPP dari 75:25 menjadi 50:50. Skema pendanaan 50:50 tidak menjadi isu karena BTN tidak ada masalah dengan likuiditas.
Apabila margin masih 5 persen, maka itu akan jadi permasalahan. kalau suku bunganya dinaikkan menjadi 7 persen hingga 8 persen, tentunya akan lebih menarik bagi bank penyalur karena ada profit margin yang sama dengan skema komposisi 75:25.
Imam menambahkan, rencananya skema baru komposisi KPR subsidi di tahun depan menggunakan suku bunga tiering. Sampai dengan tahun ke-10 tenor cicilan masih dalam masa subsidi sehingga tingkat bunga pinjaman sebesar 5 persen. Selanjutnya akan berlaku suku bunga tier antara 6 persen hingga maksimal 7 persen.
BP Tapera tengah menyiapkan agar proses akad KPR subsidi bisa dijalankan di awal tahun depan. Saat ini, dari total 4,3 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) di seluruh daerah yang sudah terdaftar, baru 1,5 juta ASN yang sudah melengkapi data pribadi.
Baca Juga: Ruko dan Rumah Terjual dalam Waktu Singkat, Summarecon Bogor Raih Pendapatan Rp220 Miliar
“Kami melakukan edukasi secara masih one on one ke seluruh provinsi. setidaknya 15 provinsi telah dikunjungi sebagai upaya sosialisasi yang dihadiri langsung oleh Kepala Biro Kepegawaian Daerah (BKD) dan biro keuangan di daerah tersebut,” ujar Imam.
Sumber Pembiayaan Alternatif
Corporate Secretary PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), Primasari Setyaningrum, mengatakan pihaknya telah menerbitkan surat utang sebagai sumber likuiditas pembiayaan perumahan.
Sampai dengan November 2024, PT SMF (Persero) adalah penerbit obligasi sektor perumahan terbesar di Indonesia yakni sebesar Rp25 Triliun. PT SMF tidak hanya mengandalkan APBN Untuk Sumber Dana Pembiayaan Perumahan, Tapi juga dari pasar modal.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berharap adanya alternatif sumber-sumber pembiayaan perumahan.
Baca Juga: Sambut Libur Nataru 2024/2025, Kementerian PU dan BUJT Berikan Diskon Tarif Tol 10 Persen
“Sumber pembiayaan alternatif mutlak karena kita maklum bahwa keterbatasan fiskal negara. Masih banyak pos-pos yang harus mendapat perhatian fiskal lebih besar. pemerintah perlu lebih kreatif menghadirkan sumber pembiayaan yang tidak melulu mengandalkan APBN,” ujar Junaidi.
Himpunan Pengembang Permukiman Dan Perumahan Rakyat (Himperra) mencatat, sebanyak 77 persen nasabah KPR subsidi merupakan pekerja swasta dan sektor informal.
“Swasta punya peranan besar dalam pasar KPR FLPP. Pemerintah diharapkan merelaksasi aturan terkait skor sistem layanan informasi keuangan (Slik) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terutama karena maraknya kasus pinjaman daring,” ujar Aviv Mustaghfirin, Wakil Ketua Umum DPP Himperra.
Baca berita lainnya di GoogleNews
———
KONTAK REDAKSI:
Telepon: 021-87971014
Ponsel: 0813 8225 4684
Email Redaksi: [email protected]
Email Iklan: [email protected]