Pegiat kewirausahaan ternyata juga melahirkan para ‘pahlawan’ di bidang ini. Mereka layak disebut “Pahlawan” lantaran kehadirannya turut juga membawa perubahan pada lingkungan dan orang-orang sekitar. Dan mereka ternyata hanyalah masyarakat biasa dari kampung-kampung terpencil yang karena keterbatasannya, mampu berjuang dan menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Halnya pegiat serta pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Sri Palupi dan Praktisi Kewirasusahan Prof. Rhenald Kasali P.hD. Sri Palupi mengakui jika para pahlawan tersebut ternyata lebih banyak muncul dari daerah, dan ini merupakan suatu gejala bahwa inspirasi ini boleh ditiru oleh tokoh-tokoh yang ada di kota besar.
Senada dengan itu, Rhenald Kasali bilang, dia begitu terinspirasi dengan sosok-sosok sederhana, pegiat kewirausahaan sosial yang mau berjuang untuk memajukan lingkungan, kampung, serta orang-orang di wilayah tersebut. Sebagaimana diungkapkannya kepada sosok Kamilus Tupen Jumat, “Di Pulau Adonara, saya bertemu seorang wirausaha sosial yang tak kalah canggih. Dia adalah Kamilus Tupen. Dia bukanlah seorang sarjana atau calon sarjana seperti Anda. Ia hanya warga biasa yang sama-sama kesulitan mendapatkan pekerjaan.”
Simpan Pinjam Tenaga Kerja
Kamilus adalah mantan tenaga kerja yang pernah bekerja ke Malaysia. Sosok sederhana ini kemudian mendirikan Kelompok Tani Lewowerang (KTL) pada 2010 di kampungnya, Desa Honihama (Tuwagoetobi), Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT. Kelompok ini didirikan dengan tujuan untuk membendung dan mengubah kebiasaaan masyarakat setempat yang ‘gemar’ merantau ke Malaysia. Menurut dia, banyak hal yang bisa dilakukan masyarakat setempat untuk bisa meningkatkan taraf hidupnya.
KTL mengadopsi tradisi gotong royong masyarakat setempat atau yang biasa disebut gemohing. Dengan begitu, Kamilus mengawinkan koperasi dengan gemohing kepada beberapa kelompok tani di Tuwagoetobi. Ide ini kemudian banyak mendapatkan penolakan dari warga karena diaggap aneh dan tak masuk akal. Namun ia tetap berupaya untuk mencari orang-orang yang mau bekerjasama untuk menghasilkan uang. Didukung 30 pemuda dari Gemohing Berdikari, Kamilus Tupen memaparkan gagasan tentang bentuk, mekanisme dan manfaat model Kelompok Tani yang mempunyai keunikan dan keunggulan tersendiri.
Gagasan unik ala KTL tersebut, antaralain kepemilikan bersama melalui simpanan pokok dan simpanan wajib bulanan, simpan pinjam berupa tenaga kerja, dan produk/layanan pinjaman hanya boleh berupa pinjaman dana untuk membiayai tenaga kerja untuk membersihkan kebun, membangun rumah dan berbagai pekerjaan lainnya. Selanjutnya, yang terlibat sebagai pekerja adalah anggota KTL dan yang boleh meminjam (majikan) adalah juga anggota KTL.
“Selain kami memberi pinjaman tenaga kerja untuk kegiatan seperti bangun rumah, bersihkan kebun, menanam, dan lainnya, kami juga berikan pinjaman tenaga kerja untuk kegiatan ekonomi poduktif,” terang Kamilus, beberapa waktu lalu.
Misalakan, ada seorang ibu yang kebunnya telantar, perlu modal sebesar Rp 15 juta dari kelompok. Dengan mendapatkan voucer sebesar Rp 15 juta, ia berhak mendapatkan tenaga kerja.
Kamilus lalu keliling kampung, mencari anggota-anggotanya. Kebun itu lalu ditanami beramai-ramai dan kelak peminjam akan mengembalikan utang tenaganya kepada kelompok dalam kerja gemohing yang dikoordinasi Kamilus.
Dan sungguh luar biasa dengan sistem yang diterapkan oleh KTL tersebut, ekonomi warga kampungnya pun lebih menggeliat. Masyarakat pun lebih produktif menghasilkan produk-produk berkualitas. Demikian halnya pendidikan, semakin banyak saja warga yang mengenyam pendidikan, hingga ke perguruan tinggi.
“Produk pertanian yang dihasilkan masyarakat pun lebih dihargai. Jika selama ini para tengkulak atau operator pedangang besar membelinya dengan harga rendah, maka KTL membeli dengan harga tinggi,” ucap Kamilus.
Kini, jumlah anggota KTL telah mencapai 420 orang, yang terdiri dari 216 perempuan dan 205 laki-laki. Para anggota tersebar di berbagai dusun dan desa yang ada di Kecamatan Witihama. Selain itu, ada juga yang sedang bekerja di Malaysia, Kalimantan, Papua dan Jakarta.
Bersama anggota KTL tersebut, Kamilus terus berupaya untuk meperluas ‘lahan garapan’ kelompok itu. Pentadaan transportasi (mobil) juga kini menjadi salah satu sasarannya untuk memobilisasi tenaga kerja KTL ke wilayah-wilayah yang membutuhkan jasa tenaga anggota kelompok. Dan lebih dari itu, Kamilus juga terus menyebarluaskan gagasan KTL untuk diterapkan oleh kelompok-kelompok yang ada di berbagai wilayah lain, termasuk di seluruh Indonesia.
Inilah sebabnya, sebagaimana dikatakan Rhenald Kasali, “Kamilus layak mendapatkan Kusala Swadaya Award. Ia merupakan contoh seorang pejuang sosial yang gigih mengentaskan kemiskinan dengan pendekatan kewirausahaan.”
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kamilus dan beberapa pegiat wirausahawan sosial lainnya dari berbagai daerah menerima penghargaan Kusala Swadaya 2013. Penghargaan yang diberikan oleh Bina Swadaya bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan RI tersebut diserahkan di auditorium Pegadaian, Jalan Kramat No 162, Jakarta, Kamis (10/10/2013) lalu.
![]() |
Kamilus Tupen Jumat, Pemenang Kusala Swadaya 2013, Kategori Kelompok (Foto: Pius) |
Penghargaan sebesar Rp 25 juta tersebut diserahkan langsung oleh Ketua Tim Juri, Rhenald Kasali dan disaksikan oleh Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, serta sejumlah tokoh dan pegiat wirausaha lainnya.
“Ini bukan penghargaan bagi pribadi saya melainkan bagi seluruh anggota KTL. Semoga ke depan kami lebih kreatif, inovatif dan lebih giat dalam memajukan dan mengembangkan usaha dan ekonomi yang lebih produktif,” ucap Kamilus usai menerima penghargaan itu.
“Uang ini akan kami gunakan untuk membuat batako dan usaha ternak babi di desa Honihama, Tuwagoetobi,” pungkasnya. [pius klobor/IndoTrading News]
- Advertisement -