![]() |
Sarwidi, salah satu perajin batik pohon, batik asli Indonesia asal Klaten, Jawa Tengah. |
Sarwidi, penggiat kewirausahaan sosial, sukses menggairahkan ekonomi Desa Jarum, dengan batik naturalnya.
Batik tulis alami merupakan batik yang dihasilkan dengan cara manual, hanya menggunakan tangan dengan bahan pewarna alami. Sudah pasti, butuh waktu lama, hingga berbulan-bulan untuk menyelesaikan selembar kain batik. Dan, lebih sulit pula memasarkan jenis batik ini, lantaran harganya terlampau mahal dibandingkan batik cap atau batik cetak yang lebih modern. Namun demikian, sejumlah pengrajin batik tulis natural masih tetap eksis menjalankan usaha ini. Salah satunya adalah Sarwidi, yang enjoi mengembangkan usahanya, “Batik Natural-Spesialis Pewarna Alam” dari Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
Awalnya, lelaki 41 tahun yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 4 SD ini adalah pekerja ‘serabutan’ di kampungnya. Nasib tak kunjung berubah, ia memutuskan untuk hijrah ke Jakarta, dan berjualan buah dingin. Merasa tak betah, ia kembali ke kampung halamannya, dan kemudian beralih profesi sebagai penarik becak sewaan di Yogyakarta. Liku hidupnya tak berhenti di situ, anak kedua dari lima bersaudara ini memutuskan untuk kembali berprofesi sebagai pedagang kali lima di Ibukota. Kali ini ia memilih berjualan es, tepatnya di Kedoya, Jakarta Utara.
Namun, gempa bumi yang melanda Bantul dan Yogyakarta pada 2006 silam, seperti menjadi sinyal terakhir keberadaannya di Jakarta. Apalagi, istrinya kala itu pun tengah mengandung. “Makanya saya putuskan untuk pulang, apalagi istri sedang hamil,” ceritanya. Di kampung, Sarwidi membeli sebuah becak bekas untuk menghidupi keluarganya.
Batik Pertama, Terjual Rp 65 Ribu
Terlahir dari keluarga sederhana, ayahnya seorang tukang becak dan ibu buruh batik, Sarwidi diajarkan untuk tetap giat pantang menyerah. Ia baru mengenal industri batik tatkala bekerja sebagai buruh pencelup batik pewarna kimia di sebuah usaha milik tetangganya.
Mujur, Sarwidi berkesempatan mengikuti pelatihan batik dengan pewarna alam yang diselenggarakan oleh balai besar di Yogya dan didanai oleh Japan International Coperation Agency (JICA). Rupanya ia sangat tertarik mengikuti pelatihan dengan pewarna alami ini. Baginya, hal tersebut merupakan pengalaman baru dan sangat pantas untuk digeluti.
Sarwidi lalu bereksperimen, membatik dengan bahan pewarna alami di rumahnya. Dibantu sang isteri yang memang lentur membatik, mereka menafaatkan kulit pohon mangga di pekarangan rumahnya.
Meski harus bekerja keras dan dengan waktu cukup lama, lima lembar batik dengan warna alami dari pohon mangga berhasil mereka kerjakan. Sarwidi pun memutuskan untuk menggeluti usaha tersebut.
Bermodalkan uang hasil penjualan becak, Sarwidi dan istrinya saling bahu membahu mencoba usaha batik pewarna alam. Hasilnya dijual keliling menggunakan sepeda, bahkan hingga Yogyakarta. Sayang, respons pasar kala itu belum begitu baik terhadap produk batik tulis pewarna alami.
“Kain pertama berukuran 2 meter terjual hanya Rp 65 ribu saja,” kenangnya.
Namun ia tak putus asa, meski diejek, dicemooh dan dicibir banyak orang. Sarwidi terus berinovasi, untuk medapatkan berbagai varian warna dengan hasil yang lebih baik. Tidak hanya mangga, bahan alami lain pun digunakan, seperti teger, tingi, mahoni, bunga sri gading, daun suji, indigo, dan lainnya.
“Banyak kayu yang bisa menghasilkan kadar warna yang baik. Asal tahu cara mengolahnya, mulai dari fermentansi, perebusan, pembusukan, merendam, dan tentu membatik itu sendiri,” ungkapnya.
Media Online
Usaha yang kemudian dipatenkan degan nama “Batik Natural Sarwidi” tersebut, akhirnya resmi berdiri pada 2007. Sarwidi pun mulai mendapatkan pesanan. “Ada yang mesan 11 taplak meja. Saya tambah dua tenaga kerja lagi, satu pembatik dan satu lagi tenaga pencelup,” kata dia.
Namun demikian, pemasaran masih saja menjadi kendala utama usahanya tersebut. Produknya yang mahal tak sesuai dengan daya beli masyarakat di sekitar kampungnya. Pemasaran ke kota atau menitipnya ke toko-toko pun belum tentu laku terjual.
Akhirnya, ada berkah menghampiri. Ini bermula ketika ia menolong seorang turis asal Korea yang terjatuh. Dari situ, produknya dibeli, Sarwidi pun dikenalkan pada pemasaran cara ‘baru’, yakni melalui internet. Alhasil, produknya bisa dikenal luas, dan dibeli oleh pembeli asing, seperti dari Jepang, Swiss, Korea, dan Kanada.
Batik Natural Sarwidi pun kian berkembang maju. Usaha yang bermula dari rumah sederhana, kini telah memiliki tempat usaha yang lebih baik, showroom dan bengkel kerja, serta mobil operasional. Tak hanya itu, jumlah karyawannya pun bertambah menjadi 81 orang, 21 diantaranya karyawan tetap yang didominasi perempuan sebanyak 14 orang. Sementara 60 pembatik lainnya adalah tenaga lepas yang bekerja dari rumahnya masing-masing. Meski terhimpit oleh batik modern, Sarwidi tetap enjoi dengan batik natural-nya tersebut.
Sarwidi pun kian optimis mengembangkan usahanya itu. Kepiawaiannya tidak hanya menguasai berbagai jenis tanaman untuk pewarna alami, melainkan juga mendesain batik-batik kontemporer sesuai pesanan. Dan tak hanya itu, ia kian bangga bisa mempekerjakan lebih banyak orang.
Desa Jarum yang tadinya tak ramai, kini telah bergeliat dengan menjamurnya usaha sejenis nahkodanya, Sarwidi. Pengrajin batik alami bermunculan mengikuti jejak sukses Sarwidi. Lelaki berbadan kurus ini bahkan tak segan berbagi ilmu tentang teknik pewarnaan alam tersebut. Baginya, lebih mulia jika ilmu yang didapatnya bisa membantu meningkatkan kesejahteraan banyak orang.
“Dengan begini, maka semakin banyak lapangan kerja sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Tidak harus keluar desa atau menjadi TKI,” ucapnya polos.
Ibu-ibu rumah tangga diberdayakan. Pun demikian ia mendorong anak-anak muda agar dapat membangun usahanya sendiri. Berbagai produk ia kreasikan, seperti sablonan kaos, aksesori, tas, dan produk fungsional, seperti taplak, place mate, dompet, dan lainnya.
Sarwidi, yang kini dipercayakan pemerintah desa sebagai Ketua Pelaksana Program “Desa Wisata Jarum” tersebut tak hanya sibuk mengurusi usaha batiknya. Ia ajuga dalah guru yang mengajari dan melatih anak-anak sekolah, pengrajin pemula, kelompok usaha, bahkan pemerintah daerah setempat. Ia telah mendidik lebih dari 560 orang. Mereka telah sukses mandiri, membangun usaha sendiri, menjadi wirausahawan di berbagai daerah, seperti di Pulau Jawa, Medan, dan Kalimantan.
Sarwidi tak berbusung dada. Ia tetap merendah, melayani siapapun yang hendak belajar melestarikan batik warisan asli Indonesia tersebut. Maka pantas, ia didaulat menerima penghargaan “Kusala Swadaya 2013” sebagai pelaku usaha “Kewirausahaan Sosial” yang tak kenal lelah melestarikan dan mensejahterakan lingkungan dan masyarakat sekitar. [pius klobor/IndoTrading News]
Sarwidi
Lahir: Pundung Rejo, 28 April 1972
Jenis Usaha: Batik Pewarna Alam
Nama Usaha: Batik Natural Sarwidi
Berdiri Usaha : 2007
Produk: Batik tulis pewarna alami, baju, tas, dompet, tas laptop, dan lain-lain.
Alamat: Kebonaung, RT 03, RW 01, Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
HP: 0852 9214 9983
- Advertisement -