PropertiTerkini.com, (JAKARTA) — Tahun 1962, Hok yang kala itu berusia 22 tahun melangsungkan pernikahan dengan gadis pilihannya Widyawaty (17 tahun) yang rumahnya tidak jauh dari Pasar Senen, anak ke lima dari enam bersaudara, yang adalah anak dari pedagang kertas, rokok dan keperluan sehari-hari di dekat Stasiun Senen.
Rupa-rupanya pernikahan dari dua keluarga berlatar belakang pedagang di pusat bisnis Pasar Senen inilah yang menjadikan perpaduan yang hebat sehingga dapat mengantarnya sebagai konglomerat besar.
Baca Juga: Strategi AKR Land Development Genjot Penjualan di 2021
Hok banyak bergaul dengan teman-temannya di lingkungan pasar, dari latar belakang yang beragam itulah telah membentuk pribadinya mudah bergaul dengan siapa saja dan piawai dalam tawar menawar atau bernegosiasi.
Berdagang Tekstil
Setelah menamatkan sekolah Gunarso muda membantu berdagang tekstil abangnya paling besar yang usianya terpaut dua puluh tahun, di Pasar Tanah Abang, menjadikan pengalaman bertambah dari pedagang kelontong ke pedagang tekstil.
Ada pengalaman tidak pernah terlupakan, seperti yang dikisahkan istrinya Widyawaty (Oey Hoat Nio), bahwa suaminya pernah berantem dengan preman yang akan merampas dagangan kakaknya di atas truk, darah mudanya naik karena komitmen untuk mengamankan dagangan abangnya.
Selama lima tahun ia membantu berdagang dan banyak belajar berdagang dari abangnya. Karena abangnya merasa sudah cukup mampu untuk mandiri, maka kakaknya memberikan modal untuk dikembangkan sendiri.
Baca Juga: Asmat Amin, Tokoh Pengembang Rumah Rakyat Paling Populer 2019
Lalu Gunarso merintis toko baru di Tanah Abang dengan mengontrak kios, itu terjadi ketika Gunarso berumur 30 tahun. Toko yang dirintisnya berkembang pesat, sehingga menjadi toko besar sampai harus impor tekstil dalam partai yang besar supaya mendapatkan harga yang murah dan dapat bersaing dengan toko yang lain.
“Kuncinya tiga, pertama ketekunan, kedua sikap hemat, ketiga kejujuran,” Gunarso S. Margono.
Mengenai tips sukses bisnis tekstil yang pertama adalah ketekunan, toko Gunarso terkenal tidak pernah tutup, toko lain tutup tetapi tokonya tetap buka, walaupun pasar sepi sekalipun.
Yang kedua sikap hemat yang berimplikasi pada keputusan mengambil margin keuntungan tipis, dan ketiga adalah kejujuran kepada pembeli sehingga pelanggan percaya pada dagangannya. Karena ketiga hal inilah para pelanggan memberikan sebutan tokonya Gunarso selalu buka, harganya murah dan dagangannya berkualitas.
Inilah yang dipegang pria tinggi besar tersebut, sampai berlanjut ke bisnis properti, bahwa faktor trust menjadi yang utama, dan Gunarso tidak pernah memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keuntungan besar dari proyek-proyeknya yang selalu diburu konsumen.
Namun bisnis tekstil yang ditekuninya tidak berjalan mulus karena kejujuran Gunarso telah dimanfaatkan beberapa pelanggannya untuk menipu dengan mengambil barang dagangannya dan tidak membayar secara penuh.
Bisnis Hasil Bumi
Gunarso kapok berdagang tekstil yang penuh penipuan di Tanah Abang, akhirnya dia kembali ke orang tuanya di Pasar Senen, dan mencoba peruntungan di bidang hasil bumi mengikuti bisnis yang telah dijalankan kakak dari sang istri Widyawaty.
Karena modal terbatas Gunarso menyekat ruko ayahnya menjadi dua, sebelum ia membeli ruko sendiri untuk menjalankan bisnis barunya di bidang hasil bumi.
Baca Juga: Proyek Crown Group Ancol Terinspirasi dari Kepulauan Wayag di Papua
Hasil bumi kacang tanah, kacang hijau, dan gandum ia datangkan dari daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat dan dijual kepada para pedagang di sekitar Pasar Senen. Bisnis hasil bumi ini berkembang cepat tidak saja di salurkan di daerah Jakarta dan pulau Jawa tetapi sampai antar pulau.
Bisnis Beras
Masalah baru muncul ketika Pasar Senen direnovasi menjadi Proyek Senen yang mengakibatkan Gunarso kesulitan untuk bongkar muat barang hasil bumi, karena tempat menjadi sempit.
Kembali ia harus memeras otak dan naluri bisnisnya ter-cambuk dan bukan Gunarso kalau menyerah, dia mencoba tantangan baru di bisnis beras di daerah Cipinang Jakarta.
Berkat tangan dinginnya pria yang dilahirkan shio naga itu, mengembangkan bisnis melesat cepat dengan tetap mempertahankan tiga prinsip yang terbukti efektif, baik di bisnis tekstil dan hasil bumi.
Beras dia datangkan dari Karawang dan daerah Jawa Tengah dan distribusi ke seluruh Indonesia, sampai mempunyai tempat penggilingan beras sendiri di Cikarang, dan bahkan berkat keahlian dalam melakukan lobi, Gunarso mampu bekerja sama dengan Induk Koperasi Unit Desa (INKUD).
Namun ternyata bisnis beras tidak membawa ketenangan karena risiko yang besar. Pernah dalam suatu kesempatan kapalnya terbalik yang mengakibatkan kerugian besar karena beras yang diangkutnya tenggelam. Dan sering ditipu para pedagang yang membayar dengan cek kosong, sampai berurusan ke polisi dan pengacara.
Baca Juga: Jika Ekonomi Indonesia Tumbuh Hingga 5,8 Persen, Bagaimana Nasib Properti di 2021?
“Dalam berbisnis jangan berpikir bisa atau tidak, pikir saja bagaimana kerja dengan baik,” Gunarso S. Margono.
Bisnis Properti
Bermitra dengan INKUD menjadi titik awal dari Gunarso untuk berbisnis properti yang menjadi pelabuhan terakhir baginya, mereka mengajak kerja sama untuk mengembangkan perumahan di daerah Lampung.
Perumahan di Lampung berhasil di diserap pasar dan Gunarso banyak belajar di bisnis properti ini, mulai dari pembebasan lahan, perizinan, manajemen dan pembangunan.
Ini yang membuat Gunarso berani membeli tanah di daerah Bekasi Selatan dan menjualnya ke developer kenamaan PT Metropolitan. Melihat kiprah perusahaan pengembang tersebut yang sukses membangun perumahan, menjadi pemicu Gunarso untuk mendirikan perusahaan properti sendiri.
PT Gapuraprima ia dirikan tahun 1989, dan mengembangkan perumahan di Bekasi Timur yang diberi nama Pondok Hijau Permai, dalam waktu tidak lama 800 unit rumahsold out.
Perumahan besutan pertama Gunarso yang sukses, membuat ia ketagihan untuk mengembangkan proyek baru pada tahun 1993 secara berturut-turut, Perumahan Bukit Cimanggu City Bogor, Taman Kota Bekasi, Depok Maharaja, Taman Raya Bekasi, Taman Raya Citayam dan Buki Rivaria Sawangan.
Tahun 1997 – 1998 terjadi krisis ekonomi, Gunarso tidak mengembangkan proyek baru, yang ia lakukan adalah memasarkan proyek yang sudah ada dengan strategi resizing type supaya harga terjangkau oleh pasar dan cara itu sangat efektif.
Baca Juga: Penjualan Properti Turun, Ini Strategi Bukit Cimanggu City
Uniknya selama krisis ia tidak melakukan PHK karyawan tetapi yang dilakukan ialah efisiensi, dan tidak mempunyai pinjaman bank sehingga di tengah developer lain yang bermasalah dengan hutang, PT Gapuraprima tetap bertahan,
Pasca krisis, tangan Gunarso tidak bisa diam maka pada tahun 1998 kembali membebaskan lahan dan membuka proyek Perumahan Taman Raya Cilegon, disusul tahun 1999 Perumahan Kayu Putih Pulo Mas dan Perumahan Metro Cilegon.
Ia membuka rahasia dapur bisnisnya kenapa dengan cepat bisa mengembangkan proyek baru yaitu ketika proyek satu selesai maka keuntungannya untuk membuka proyek berikutnya, sehingga terus berkembang seperti karambol.
Gunarso bagaikan naga yang terus bergerak, tidak hanya mengembangkan perumahan, tetapi juga pusat perbelanjaan, apartemen, perkantoran dan hotel, itu dimulai tahun 2001, yang membuat kalangan industri properti kaget dengan gebrakan Gunarso.
Diawali dengan Bekasi Trade Center, Serpong Town Square, The Bellezza Permata Hijau, Bellagio Residence & Bellagio Mansion Kuningan, tak heran di kalangan industri properti ia dijuluki “Sang Penggebrak”.
Berkat produktivitasnya maka pada tahun 2005 Majalah Property & Bank dalam acara bertajuk Indonesia Property Awards 2005, menganugerahkan gelar bergengsi kepada PT Gapuraprima sebagai Pengembang Proyek Properti Skala Besar Pasca Krisis.
Setelah menerima penghargaan tersebut seolah-olah ada kekuatan baru pria berhobi golf tersebut untuk tancap gas melahirkan proyek-proyek unggulan, baik perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, perkantoran dan hotel yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Tangerang, Anyer, Bandung dan Bali.
Proyek-proyek tersebut antara lain Perumahan Emerald Spring Bekasi, Spring Garden Residence Bekasi, GP Mall Bekasi, Montblanc Apartment Bekasi, Perumahan Garden Ville Bogor, Perumahan Greenleaf Residence Tangerang, Anyer Palazo Villa, Villa Ubud Anyer, Kebagusan City Apartment, Belmont Residence Apartment, Bailey’s City Hotel & Apartment Ciputat, Bellevue Place Apartment Jakarta, Hotel Bellevue Jakarta, GP Plaza Apartment, dan Bhuvana Hotel & Apartment Ciawi.
Baca Juga: Winner Group Bangun Dua Proyek di Balikpapan
Gunarso S Margono yang biasa disapa Pak Gun, menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta pada Kamis, 17 Juni 2020 genap berusia 80 tahun, dan memilih peristirahatan terakhir di San Diego Hills Karawang. Dia meninggalkan 5 anak 15 cucu dan 10 cicit. Tongkat estafet kepemimpinan beralih kepada putra bungsunya Rudy Margono, sebagai generasi kedua kerajaan bisnis properti Gapuraprima Group.
Di mata karyawan Gapuraprima Group yang sudah menjadi perusahaan terbuka sejak 2007, adalah pribadi yang bersahaja dan rendah hati walaupun tercatat sebagai orang terkaya ke 144 di Indonesia tahun 2019 dengan total kekayaan US$145 juta, telah menempatkannya sebagai salah satu raja properti di Indonesia.
***
Data Keluarga:
Ayah: Gunarso S. Margono (RiP)
Istri: Oey Widyawaty
Anak & Menantu beserta Cucu & Menantu:
- Susiani Margono & Chandra Tambayong
- Jessica Tji & Eric Tirtana
- Yohanes Chandra & Michiel Josana
- Yosua Tambayong & Dea Valencia
- Lisiani Margono & Herry Sugianto
- Felisia Sugianto & Frederick
- Ria A. Sugianto & Andri The
- Josephine Sugianto
- Heryani Margono & Sebastian Gunadi
- Joseph Wei Shen Hwei
- Jason Gunadi
- Remmy J. Margono & Dedi Setiadi
- Rachel T. Lie
- David T. Lie
- Daniel T. Lie
- Rudy Margono & Linda Harianto
- Emilie T. Margono
- Grace A. Margono
[Referensi: Buku Biografi Gunarso Susanto Margono, Stefanus Rahoyo, Penerbit Pionir Jaya, 2009.]