Varian produk household, seperti taplak meja dan sarung bantal batik menjadi produk terlaris Bhisma Cakti.
Bertolak dari rasa jenuh sebagai ibu rumah tangga, wanita ini mulai membuka lembaran suksesnya. Ia menekuni bisnis yang memang sangat disukainya itu. Ya, lagi-lagi batik menjadi pilihan wanita bernama lengkap Etty Tejalaksana ini. Tapi, bukanlah Etty namanya jika hanya sekadar menjual baju atau lembaran-lembaran kain batik yang sudah jadi. Ia lantas mengkreasikan berbagai motif kain batik tersebut menjadi berbagai produk-produk menarik dan bernilai jual tinggi. Apa sajakah itu?
Membawa brand “Bhisma Cakti” yang tak lain adalah nama anak pertamanya, Etty demikian dia biasa disapa memroduksi berbagai produk household, seperti sarung bantal, bed cover, dan produk lainnya. Ia mengaku, jika batik memiliki peluang bisnis yang sangat menjanjikan, apalagi setelah produk asli Indonesia ini mendapatkan pengakuan dunia internasional melalui UNESCO.
“Intinya jika kita berani mengkreasikan batik-batik itu menjadi sesuatu yang menarik, serta bernilai jual tinggi, seperti saya yang memilih untuk mengubah kain batik menjadi sarung bantal, bed cover, table runner, dan lainnya. Ini tentu akan membuka peluang bisnis baru yang sangat diminati pasar,” ujar wanita kelahiran Jakarta, 25 Juni 1966 ini.
Apalagi, sambungnya, Indonesia memiliki beragam produk kain asli dengan motif dan corak yang berbeda-beda. Selain batik yang bisa ditemukan di berbagai daerah, ada juga kain tenun yang tak kalah menarik untuk dijadikan berbagai produk berkelas.
Produk-produk Bhisma Cakti sendiri, kini bisa dengan mudah ditemukan di beberapa pusat perbelanjaan, seperti di Pasar Raya Blok M; Alun-alun Grand Indonesia; Galeria Jakarta, Cilandak Townsquare; Rawamangun Square; RM Ayam Suharti Tendean; dan Sarinah, Thamrin. Adapun di luar kota tersebar di beberapa daerah, seperti di Mega Mall Batam; Golden Trully Batam; Metro Bandung Super Mall; Bamboo Discovery Mall, Bali; dan Art Market Bali Collection, Nusadua Bali.
“Ada beberapa counter yang memang milik kami sendiri dengan nama Bhisma Cakti. Tapi ada juga yang kami titipkan di gallery maupun tempat-tempat orang lain,” jelas Etty kepada IndoTrading News di Galeria Jakarta, salah satu toko ‘modern’ UKM yang berada di Cilandak Townsquare, Jakarta Selatan.
Menurut dia, para pengusaha UKM harus berani memromosikan produk-produk mereka, salah satunya dengan cara menitipkan produk-produknya di pusat-pusat perbelanjaan agar semakin dikenal masyarakat luas. “Kalau semakin dikenal kan brand image usaha kita semakin bagus. Contohnya jika berkunjung ke Sarinah atau ke Pasar Raya, di sana produk-produk kami, khususnya household bisa ditemukan,” sebut Etty bangga.
Sudah 300-an Produk
Semakin dikenal luas, semakin tinggi pula permintaan produk-produknya. Ini tak lepas dari inovasi dan kreasi Etty beserta para pengerajin dan pekerja yang disebut Etty sebagai “Team Bhisma Cakti”. Etty bilang, sejak mulai diproduksi produk-produk household pada 2000 lalu, hingga kini, pihaknya telah memroduksi lebih dari 300an item produk dalam berbagai motif dan jenis. Produk-produk ini menggunakan bahan dasar batik, baik batik tulis maupun print, yang didatangkan dari berbagai wilayah, terutama di Jawa Tengah, juga Jakarta.
Produk-produk household tersebut dipasarkan mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 3 juta untuk beberapa jenis bed cover. “Ini karena batik memiliki banyak sekali motif dan ragamnya. Dengan demikian untuk mengkreasikan ke berbagai item produk pun sangatlah bisa dilakukan. Dan potongan dari kain-kain itu juga kami gunakan lagi untuk membuat produk-produk lainnya,” kata dia.
Beberapa produk merek Bhisma Cakti yang cukup laris di pasaran, antaralain berbagai varian cover bantal, seperti Cover Bantal 40×40 Kombinasi Sido Warat (Rp 137.500), Cover Bantal 40×40 Full Lereng (Rp 165.000), Cover Bantal 40×40 Kombinasi Lereng (Rp 137.500), dan Cover Bantal 40×40 Full Sido Warat (Rp 165.000).
Ada pula Table Runer, antaralain Table Runner 30×150 Kombinasi Lereng (Rp 357.500), Table Runner 30×200 Full Lereng (Rp 495.000), Table Runner 35×200 Kombinasi Sido Wirasat (Rp 495.000), Table Runner 30×150 Full Sido Wirasat (Rp 357.000), dan Table Runner 35×200 Kombinasi Lereng (Rp 495.000).
Tak hanya itu, produk lainnya yang juga fast moving, yakni Memo Box Kecil (Rp 25.000), Memo Box Set Sedang (Rp 45.000), Cover Tissue Kombinasi Sido Wirasat (Rp 77.500), Cover Tissue Kombinasi Lereng (Rp 77.500), Placeamate+Napkin Kombinasi Lereng (Rp 400.000), dan Placeamate Kombinasi Sido Wirasat (Rp 400.000).
Dikatakan Etty, produk Bhisma lainnya, seperti Bilik, Cover Bantal Full Kaung Parang, Cover Bantal Kombinasi Bilik, Cover Guling Kombinasi Kaung Parang, Cover Guling Full Bilik, Cover Segitiga Kombinasi Bilik, Cover Segitiga Full Bilik, Table Runner Kombinasi Prada Hijau, Table Runner Full Prada Hijau, Cover Bantal Kombinasi Prada Hijau, dan Cover Bantal Full Prada Hijau juga sangat disukai pembeli.
“Runner ukuran 30×150 dan sarung bantal berukuran 40×40 adalah jenis produk kami yang sangat diminati. Ada juga yang special request dengan ukuran tertentu tanpa dibatasi jumlahnya,” terang Etty.
Para pembeli tersebut umumnya di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Namun demikian, pembeli di beberapa kota di luar Jakarta juga menunjukkan kecenderungannya terus meningkat, seperti di Batam dan Bali. Adapun pembeli luar negeri juga semakin menyukai produk Bhisma tersebut, terutama saat menjelang Natal dan Tahun Baru.
“Natal dan tahun baru omzet keseluruhan Bhisma Cakti bisa naik antara 50%-100% dari rata-rata perbulannya di atas Rp 100an juta. Jadi tiap outlet berbeda, seperti di Sharina dengan luas sekitar 15 m2 bisa mencapai Rp 30 juta-Rp 40 juta per bulan,” terang Etty.
Lantas apa yang menjadi keunikan produk-produk ini? Selain pada corak dan motif, cara pembuatan (jahitan) juga menggunakan teknik dan trik khusus yang menurut Etty sangat sulit ditiru oleh orang lain. “Memang ada yang mencoba tiru, tapi tidak bisa sama persis dengan produk kami. Demikian juga dengan kualitasnya,” tutur Etty.
Terinspirasi dari Belgia
Pada 1998, Sarjana Biologi lulusan Universitas Nasional Jakarta ini mulai menekuni bisnis dengan jualan pertama yakni pakaian batik. Menyadari tensi persaingan yang kian meningkat saat itu, Etty lantas berpikir untuk menghadirkan produk-produk lain, namun tetap memanfaatkan batik sebagai bahan utamanya.
“Jualan pakaian pemainnya banyak. Makanya saya pikir untuk mencari peluang lain, meski sekarang saya masih juga jualan pakaian dalam jumlah kecil,” ungkap Etty.
Sejak saat itu, tepatnya tahun 2000 Etty mulai menghadirkan produk-produk household yang kini menjadi ciri sekaligus best produk dari usahanya itu. Konsep household sendiri terinspirasi dari sebuah kota di Belgia dimana seantero kota tersebut menjual beragam produk household. Dari situ, Etty pun terjun ke bidang bisnis ini hingga sekarang.
“Makanya, target awal saya memroduksi produk household ini adalah untuk pembeli luar negeri. Dan benar, awalnya yang membeli produk saya ini juga bule, namun setelah itu, antusias masyarakat Indonesia juga semakin tinggi,” sambungnya.
Sukses dengan Inovasi
Tak bisa dipungkiri, inovasi menjadi salah satu kunci sukses bisnisnya. Dia pun menyadari jika persaingan di bidang ini pun terus meningkat. Salah satunya adalah mulai munculnya beberapa produk yang menyerupai produk Bhisma Cakti. Namun bagi Etty, itu bukanlah tantangan yang sesungguhnya.
“Buat saya itu bukan sesuatu yang menjadi ancaman. Di sinilah seninya, siapa saja boleh berkreasi. Dan dengan ini justru membuat saya semakin ingin untuk terus berinovasi menghadirkan varian produk-produk baru,” tutur ibu lima anak ini.
Dia lantas menyarankan agara pelaku UKM lain juga harus terus mengembangkan kreativitasnya untuk bisa bersaing dengan produk-produk UKM lain, termasuk juga dari luar negeri. “Jadi kreativitas itu sangat perlu sekali. Di sinilah kita terus belajar untuk bisa bertahan dan bersaing dalam mengembangkan usaha kita,” tegasnya.
Tidak hanya itu, sambungnya, pelaku UKM juga harus jelih memilih pasar yang sesuai dengan produknya. Etty mencontohkan, beberapa jenis produk yang dia pasarkan di Pasar Raya teryata tidak laku, namun jika produk tersebut dijual di Sarinah, baru akan laris diserbu pembeli.
“Pasar Raya pernah membuka counter baru yang menjual produk-produk dengan motif batik prada. Saat itu kami munculkan produk kami dengan warna-warna terang yang diproduksi dalam jumlah cukup banyak. Ternyata di sini tidak laku hingga conuter tersebut ditutup. Eh, malah produk kami ini lakunya di Sarinah,” ceritanya.
“Antara Pasar Raya, Alun-alun Grand Indonesia, dan Sarinah kan berdekatan. Namun ternyata minat pasarnya beda-beda. Jadi di sinilah saya juga belajar,” tegas Etty.
“Jadi, teruslah berkreasi dan hadirkan produk bernilai jual. Pasar Indonesia masih sangat luas bagi kita semua,” tutupnya. [Pius Klobor/IndoTrading News]