Produk batik Guruh Sukarno Persada dipasarkan mulai dari Rp800 ribu hingga Rp200 juta.
Bicara batik tak pernah ada habisnya. Apalagi soal inovasi atau pengembangan motif dan corak produk yang keberadaannya telah diakui oleh badan dunia Unesco ini. Demikian halnya yang dilakukan PT Guruh Sukarno Persada, sebuah perusahaan yang konsen memeroduksi dan memasarkan produk asli Indonesia tersebut.
Diceritakan Sefwelly Ginanjar Djoyodiningrat, Direktur Utama PT Guruh Sukarno Persada, sejak melakukan produksi pertama pada 1994 lalu, perusahaannya telah memroduksi berbagai varian produk batik, baik batik ‘asli’ (tulis) maupun tekstil bercorak batik.
“Produk-produk kami tetap mempertahankan corak dan motif batik tradisional, yakni batik pedalaman (lawasan) yang merupakan peninggalan dari keraton. Makanya, kami pun memroduksi semua produk kami tersebut di Laweyan, Solo,” ujar Welly, ketika ditemui IndoTrading News di kantornya, di Jln. Sriwijaya III, No. 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kata dia, hingga kini, proses produksi batik dengan cara tulis dan cap terus dilakukan perusahaannya, meski ada juga yang dilakukan dengan cara modern, yakni print. “Inilah esensi dari batik yang sesungguhnya, yakni pada batik tulis atau cap tersebut. Makanya kami pun terus memroduksi batik yang ‘sesungguhnya’ ini. Jadi mahakarya kita tetap ada, baik dalam bentuk kain atau selendang yang 100% dilakukan dengan canting atau tulis, dan itu ada unsur-unsur prada,” terang Welly.
“Kelebihan dari produk kami ini sendiri adalah one pieces one design. Jadi satu helai kain/baju yang kita produksi, tidak akan pernah ada lagi yang sama dengan yang kita produksi yang lain, baik motif, warna, maupun ukuran,” sambung Welly sembari menunjukkan motif batik dimaksud.
Sebagaimana diketahui bahwa batik tulis atau cap adalah jenis produk yang harganya terbilang mahal. Pengerjaannya pun membutuhkan waktu lama, maka selain tetap memroduksi jenis batik tersebut, perusahaan yang didirikan oleh Guruh Sukarno Putra ini pun memeperluas pasarnya dengan juga memroduksi jenis batik print/cetak atau yang lebih tepatnya disebut tekstil bercorak batik.
“Jadi karena tingginya permintaan pasar, serta daya beli masyarakat, sehingga kami pun menyesuaikan dengan itu. Olehkarenanya kami memroduksi secara massal, yakni cetak atau printing, sehingga kami pun menerima pesanan-pesanan dalam jumlah besar,” terang Welly.
Proses produksi yang dilakukan dengan cara yang lebih modern ini terbilang lebih laris. Selain proses pengerjaannya yang lebih cepat, harganya pun masih jauh lebih murah dibanding batik tulis. Maka tak heran, jika banyak perusahaan atau organisasi hingga partai politik serta perusahaan-perusahaan besar dan instansi pemerintah pun memesan batik “Guruh Sukarno Persada” ini. Bahkan ada yang memesan hingga belasan ribu pieces.
“Kita akan layani dengan jumlah minimum pemesanannya sebanyak 1.000 pieces,” tegas Welly.
Pemesan dapat meminta untuk dicantumkan logo atau nama perusahaannya pada produk batik tersebut, juga motif/corak dan bahan/materialnya.
Motif Batik Kotak-kotak dan Transparan
Meski batik masih dibilang produk ‘tradisional’, namun inovasi, khususnya pada corak dan motif, serta materialnya terus berkembang pesat. Apalagi dengan berbagai sentuhan seni tingkat tinggi, ragam corak dan motif produk batik pun dihasilkan. Lebih lagi corak batik yang lagi trend di masa kini, kreasi tangan dingin para pengerajin yang menampilkan warna-warni pada setiap helai batik menambah indah corak batik tersebut, apalagi bila dipadu dengan gradasi warna-warna tanah yang memang lazim terlihat pada batik itu sendiri.
Sebagaimana corak batik yang dipertahankan PT Guruh Sukarno Persada adalah batik dengan motif pedalaman, maka tentu motif ini mengadopsi batik keraton yang antaralain tercermin dari tulisan (aksara), maupun simbol-simbol, seperti garuda dan pewayangan. Motif pedalam yang lazim diketahui, antaralain motif tanjung, gribik, cindil wilis, parang jahe, parang karno, sekar jagad, kawung gede, dan motif kawung kopi pecah.
“Inilah yang menjadi ciri produk Guruh Sukarno Persada, yang telah kami pertahankan sejak lama. Memang lebih rumit dalam proses pengerjaannya,” ungkap Welly.
Pengembangan motif-motif kontemporer dengan perpaduan warna trendy diakui Welly menjadi salah satu daya tarik pembeli. Bahkan, pengembangan corak-corak lawasan tersebut kini telah hadir dalam ragam batik, antaralain seperti kotak-kotak/garis dan batik ‘transparan’.
“Jadi batik motif bergaris atau kotak-kotak yang belakangan populer dengan Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) itu sudah kami produksi sejak lama,” tegasnya.
Tentu tak sekadar kotak-kotak atau garis, corak ini dipadukan dengan ragam motif batik kontemporer, seperti parang dan kawung, atau ada pula gambar bunga dan daun dibalik motif dasar tersebut.
Selain itu, pengembangan batik kontemporer lainnya, yakni batik transparan (digital) merupakan inovasi yang juga terbilang ‘laris’, terutama bagi penggemar dan pecinta fashion, saat ini. Motif transparan ini tengah gencar diproduksi, dan merupakan temuan dari hasil pengamatan/survei perusahaan. Dan ini menjadi salah satu produk terlaris perusahaan yang resmi berbadan hukum sejak 1999 silam ini.
“Jadi dari jarak tertentu, seakan-akan yang terlihat adalah kemeja atau celana biasa, bukan batik. Padahal, jika kita perhatikan dengan teliti, pakaian tersebut adalah batik. Ini merupakan salah satu hasil inovasi kami,” terang Welly.
Inovasi tersebut, kata dia, merupakan salah satu upaya untuk tetap menjaga minat dan kesukaan masyarakat terhadap produk asli Indonesia ini. “Jadi mereka tidak bosan dengan tampilan batik yang mungkin menurut sebagian orang hanya itu-itu saja. Inilah motif batik yang sangat disukai saat ini, terutama untuk kalangan anak muda,” sambungnya.
Motif-motif batik tersebut kini dipadukan pada beragam material pakaian, antaralain seperti kaos, sutra, katun, kemeja, denim, dan jacket. “Bahkan kami ada celana jeans dan celana loreng yang bermotif batik,” jelas dia.
Menurut Welly, semakin banyak improvisasi pada motif dan corak batik yang dihadirkan maka akan meningkatkan pula minat pembeli, apalagi jika disesuaikan dengan trend mode yang ada.
Pasar dan Harga
Hingga kini, perusahaan yang mempekerjakan sekitar 50an karyawan dan pengerajin tersebut melayani pesanan dari berbagai wilayah. Hanya saja, Jakarta tetap menjadi pasar terbesar bagi perusahaan ini.
“Dari luar Jakarta juga ada, tapi rata-rata yang memesan adalah dari kalangan atas, terutama para pejabat atau pimpinan perusahaan di daerah tersebut,” ungkapnya.
Meski permintaan terus meningkat, namun produk-produk PT Guruh Sukarno Persada tersebut tidak diperjual-belikan secara bebas di toko-toko/butik atau pusat-pusat perbelanjaan. Ini lantaran pihaknya tetap mempertahankan merek dagang dengan produk-produk berkualitasnya.
“Jadi produk kami ini tidak dijual dengan harga diskon seperti di tempat perbelanjaan umum tersebut. Tidak ada tawar-menawar. Kita mematok harga sekian ini, karena bicara soal permintaan pola, kehalusan bahan, lebih dari itu juga nama perusahaan,” terang Welly.
Selain pasar dalam negeri, Welly yang telah menahkodai perusahaan ini sejak Agustus 2012 lalu juga tengah membidik sejumlah pasar potensial di luar negeri. Sebut saja Perancis dan Jepang yang menurut dia, minat masyarakat untuk memiliki produk-produk batik sangat tinggi.
“Sebenarnya produk-produk kita ini sudah dipasarkan di luar negeri sejak lama, hanya saja sempat vacum dalam beberapa tahun belakangan ini. Nah, dalam dua tiga bulan ke depan ini akan kami upayakan untuk mulai pasarkan ke luar negeri,” sebut Welly.
Sementara pengembangan pasar dalam negeri juga terus gencar dilakukan, terutama ke luar wilayah Jakarta. Welly merencanakan, dalam tahun ini akan membuka beberapa showroom, seperti di Bekasi, Bogor, Makassar dan Batam.
“Showroom ini langsung di bawah kendali perusahaan kami, dan kami tidak bermain dengan diskon yang melemahkan kualitas dan harga kami,” tegasnya.
Jelas, pangsa pasar produk-produk besutan PT Guruh Sukarno Persada adalah kalangan menengah ke atas. Ragam produknya tersebut dipasarkan dengan harga terendah sekitar Rp 800 ribu untuk beberapa jenis tekstil bermotif batik, hingga Rp200 juta untuk produk batik tulis dan motif batik tertentu.
“Memang mahal, tapi kualitas menjadi taruhan kami. Makanya ada saja perusahaan, instansi atau partai-partai politik, juga public figure yang selalu memesan dan membeli batik di sini,” ungkapnya.
Meski proses produksi sempat menurun pada 2004 hingga 2007, dan berlanjut lagi hingga pertengahan 2012 lalu, namun sejak pembenahan total manajemen perusahaan ini pada Agustus 2012 lalu, perkembangannya pun terus meningkat.
“Sejak Agustus 2012, kita benahi manajemen secara profesional, dan perkembangannya pun terus meningkat hingga saat ini,” sebutnya. Kini, omset perusahaan tersebut rata-rata mencapai Rp400 juta per bulan. [Pius Klobor/IndoTrading News]