Iklan Youtube Properti Terkini
Friday, November 8, 2024

Francis Surjaseputra: Belajar Mengenai Makna Kehidupan

Francis Surjaseputra, HDII Chairman 2013-2015

“Sukses adalah perjalanan hidup bukan sebuah tujuan.” Demikian Francis Surjaseputra mengisyaratkan perjalanan hidupnya yang penuh liku dan makna.

Perjalanan itu pun akhirnya bermuara pada ‘kejayaan’ dengan mahakarya seni yang tak terbatas nilainya. Kini, “Design Consultant” tak sekadar profesi tanpa makna yang terpampang pada secarik kartu nama. Francis adalah desainer interior dan produk ternama di Indonesia.

Melalui karya-karyanya yang tersohor itu, dia bahkan pernah dipercaya sebagai Ketua APSDA (Asia Pacific Space Designer Alliance) – asosiasi interior desain seluruh Asia Pasific dan Oceania, pada 2012-2014. Bahkan Francis juga adalah juri pertama dari Asia pada ajang Maison et Objets Design Award di Paris, 2014 lalu. Dan kini, Francis adalah Ketua Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), yang juga merupakan salah satu anggota dari APSDA.

Lantas bagaimana Francis mengawali lembaran suksesnya itu? Kepada tim dari Majalah Property and The City yang menyambanginya beberapa waktu lalu, ia mengutarakan jika ketertarikannya pada seni dan desain sudah ada sejak kecil.

Francis adalah putra ke keempat dari lima bersaudara, lahir di Malang, Jawa Timur, 22 Agustus 1967, buah cinta pasangan Hendro Surjaseputra dan Jenny. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Francis pun menghabiskan masa kecilnya penuh ceria di tanah kelahirannya itu. Keingintahuannya pada seni dan desain bermula ketika Francis kecil yang sering memperhatikan pekerjaan sang ayah merenovasi rumah.

“Sejak sekolah dasar saya sudah mulai menyukai seni dan ilmu alam. Saya sering memperhatikan ayah bekerja merenovasi rumah. Apalagi ayah juga memiliki beberapa buku referensi tentang desain,” kenang Francis.

Niat untuk mendalami seni dan desain pun semakin terbuka lebar ketika Francis diizinkan melanjutkan sekolah menengah atas ke Brockwood Park School di Bramdean, Inggris.

“Ketika saya melanjutkan sekolah menengah atas di Inggris, mata dan pikiran saya jauh lebih terbuka terhadap kreatifitas. Dorongan hati untuk mendalami ilmu kreatifitas dalam seni dan desain semakin tinggi, karena saya sangat menyukainya,” ungkap alumnus SMP Santa Maria II, Malang.

Francis pun akhirnya benar-benar terjun dan mendalami ilmu seni dan desain saat melanjutkan studinya di Bath School of Art and Desain di Bath, Inggris. Dan akhirnya, melalui program bea siswa dari Parsons, Francis pun menyelesaikan ‘pertapaannya’ itu di Parson School of Art and Design, di Paris (Ecolé Parsons a Paris) dengan gelar BFA (Bachelor of Fine Art) in Interior and Environmental Design, pada tahun 1990 lalu.

“Saat itu ada pilihan untuk lanjut MA (Master of Architecture) di New York atau bekerja dikantor salah satu arsitek Perancis Jean Nouvel. Tapi karena alasan waktu dan finasial, saya harus kembali ke Indonesia,” ceritanya.

Menggeluti Profesi

Menyelesaikan pendidikan formal di Perancis, serasa sudah cukup matang bagi Francis untuk siap terjun ke dunia kerja. Tanpa berlama-lama, proyek pertama pun ‘menghampiri’. Francis diminta oleh keluarganya mendesaian sebuah pusat pendidikan lingkungan hidup bertemakan ‘Center for the Art of Living’ di Desa Juwuk Legi, Bali. Proyek perdana itupun dapat diselesaikan dengan baik.

“Setelah selesai kuliah dan harus membuat kartu nama, saya bingung profesi apa yang ingin saya bubuhkan di dalamnya. Sekian lama berpikir, saya putuskan ‘Design Consultant’ sebagai profesi. Saya melihat desain adalah sebuah cara hidup dan berpikir sehingga output-nya tidak terbatas bidang yang digeluti,” terang Francis.

Tahun 1993 Francis bergabung dengan PT Atelier 6 Interior – sebuah lembaga konsultan arsitek, desain, dan manajemen konstruksi. Di sini, Francis lebih fokus mendalami ilmu interior desain. Beberapa proyek yang digarap, seperti Sheraton Hotel Bandara, Modern Golf & Country Club, dan kantor pusat Kawan Lama Sejahtera. Dan untuk lebih sempurna menyalurkan ide dan kreatifitasnya tersebut, Francis mendirikan firma desain PT Axon Sembilan Puluh yang banyak menangani proyek bidang retail dan hospitality.

Pada periode 2012-2014 Francis dipercaya sebagai Ketua APSDA. Dan tahun 2013-2015 ini, dia kembali menerima tanggung jawab sebagai Ketua Umum HDII. “Saya adalah anggota ke 81 di DKI. Seingat saya disekitar tahun 1996, sesuai dorongan dari atasan dan mentor saya yang juga salah satu pendiri HDII, bapak Solichin Gunawan,” terang pria 48 tahun ini. Saat ini HDII memiliki 13 cabang dengan anggota sekitar 2250 orang.

Pada periode kepemimpinannya sejak 2013 lalu, tercatat beberapa kegiatan sukses mereka jalankan. Salah satunya adalah menggelar Pasar Desain yang rencananya akan kembali digelar pada 2015 ini.

Pioner Asean

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para desainer Indonesia saat ini adalah harus bisa menghadapi persaingan pasar bebas Asean (Masyarakat Ekonomi Asean). Menurut Francis, dengan banyaknya arsitek dan desainer asal Indonesia yang tersohor ke penjuru dunia, Indonesia harus bisa menjadi pioner di Asean. Apalagi Indonesia memiliki kemajemukan dan kekayaan budaya yang akan memberikan keunikan dan pembaharuan dalam desain dunia.

“Tahap ini, kita perlu menjadi pioneer di Asean. Ini merupakan tugas besar asosiasi profesi di Indonesia untuk memperjuangkan kesetaraan di Asean,” tegas Francis.

Untuk itu, menurut dia, Undang-undang dasar keprofesian perlu dikukuhkan dan dimatangkan. Kemudian disetarakan melalui dialog dengan asosiasi negara di Asean.

“Saat ini, HDII dengan para pendiri dan dewan majelis HDII tengah mambahas untuk mengentaskan interior standard building codes yang nantinya akan menjadi dasar dari undang-undang interior,” paparnya.

Prestasi dan Penghargaan

Francis adalah desainer interior dan produk yang telah banyak menorehkan karyanya. Panggilan jiwa dan dorongan hati dalam berkreasi, menghantarnya pada karya-karya spektakuler yang tak pernah punya batasan. Deretan preatasi dan karyanya itu, antaralain mendesain McDonald’s store, seperti di Kemang, Hayam Wuruk, Taman Alfa, Alam Sutera, dan beberapa lokasi lainnya. Adapun Franchised Restaurant, seperti Wardjok Asli, dan Tator.

Namun dibalik karyanya tersebut, rupanya Francis masih lebih terkesan dengan beberapa proyeknya yang kini tengah ia tangani. Sebut saja proyek interior Sanko Apartment di Cikarang. “Di sini saya banyak belajar mengenai metode berpikir dan kinerja developer dari Jepang. Proyek lainnya ‘The House’ sebuah charity yang membantu keluarga kurang mampu disaat putra-putrinya dioperasi karena sakit (non menular); sebuah yayasan yang digagas oleh Ronald McDonald House of Charity; juga sebuah sekolah luar biasa di Slawi yang membantu anak-anak cacat dan kurang mampu yang merupakan proyek pro bono kami.”

Dalam mendesain, Francis selalu menghasilkan karya yang bervariatif. Dengan begitu, tak terjadi kanibal desain dalam setiap pekerjaannya itu. Apalagi, permintaan klien-nya pun sangat beragam. Demikian halnya ketika menjalankan kegiatan hobi mendesain, baik interior pun produk. Imajinasinya akan mampu menghasilkan beragam karya luar biasa. Desain dan permainan bentuk pada setiap gerak tangannya, akan menghasilkan karya yang kental dengan seni natural dan erat unsur budaya.

Maka tak heran, deretan prestasi dan penghargaan pernah ia peroleh, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satu penghargaan internasional yang pernah ia peroleh adalah “JaVa Chair” – kursi kantor yang didesain menggunakan bahan tenun.

Karyanya ini kemudian dimanufaktur oleh PT Indovickers yang belakangan memeroleh penghargaan dari Kementrian Perindustrian RI pada 2011. Satu lagi, “Suru”, yang dalam bahasa Jawa berarti sendok yang biasanya terbuat dari daun pisang, yang mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI tahun 2013 dan juga dari Unesco ditahun 2014 lalu.

“Karya saya, Suru dan FurniLove terpilih dalam pameran tunggal oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), beberapa waktu lalu, yang tentu memperkaya kehidupan saya. Inilah penghargaan dari kegiatan hobi saya mendesain. Saya senang bisa mendapatkan penghargaan tersebut,” ucapnya bangga.

Menjadi yang Terbaik

Meski sukses kini menghampirinya, perjalanan itu tentu penuh liku. Francis pernah menjalani hari-hari semasa sekolah sebagai pembersih sekolah. Tak hanya itu, pada setiap malam Minggu penyuka keju ini merangkap tugas sebagai receptionist sekaligus satpam di sekolahnya.

“Terkadang saya pun harus ikut panen apel bersama nenek, untuk menyambung hidup. Dan pada saat lulus, saya benar-banar harus mandiri karena orang tua juga yang sudah pensiun,” ceritanya.

Namun kini, semua itu menjadi lembaran masa lalu yang penuh makna. Francis telah berhasil mewujudkan cita-cita masa kecilnya. Suksesnya itu, tentu tidak lepas dari dorongan semangat dan inspirasi dari keluarga terdekatnya.

Kedua orangtuanya, juga putra-putrinya adalah motivator dan inspirasi yang selalu menemani Francis dalam suka maupun duka. Ayah, baginya adalah seorang guru yang selalu memberikan gambaran jelas disetiap permasalah yang harus dihadapi. Sementara ibu talah mengajarkan kesabaran dan pentingnya memaafkan.

“Ayah adalah guru saya mengenai makna kehidupan. Sebuah pendidikan mengenai kehidupan yang luar biasa yang tidak pernah saya pelajari dari sekolah tinggi manapun. Ini pun saya janjikan kepada anak-anak saya,” kata pria pehobi hacking ini.

Kini, Francis telah mewujudkan impiannya. Meski begitu, dia masih dan akan terus belajar, menimbah ilmu yang tak pernah surut, mewujudkan petuah orangtuanya, “menjadi yang terbaik”. [Pius / Property and The City]

- Advertisement -
Demo Below News

BERITA TERKAIT

Klaster Lily, Paramount Petals
Klaster Lily, Paramount Petals

BERITA TERBARU

Demo Half Page