Produk Batik Pohon dipasaran dengan harga mulai Rp 350 ribu, hingga lebih dari Rp 5 juta.
Di tengah riuhnya permintaan batik dengan warna-warna cerah yang merupakan hasil pewarnaan dengan bahan-bahan sintetis, Batik Pohon tetap maju melawan arus. Sebagaimana namanya, Batik Pohon adalah batik tulis yang menggunakan bahan pewarna alami yang diambil dari bagian-bagian pohon.
Berdiri sekira empat tahun lalu, Batik Pohon langsung tancap gas. Tak ambil pusing dengan maraknya permintaan akan batik-batik modern (batik cetak/print) dengan tampilan warna-warna yang lebih kinclong. Batik Pohon tetap optimis, meski terlihat sederhana dengan warna yang rada suram, namun perlahan batik jenis ini semakin mendapat perhatian masyarakat.
100 persen saya gunakan pewarna alami, dari bagian-bagian pohon,” kata Candra Dian R, pendiri sekaligus pemilik Batik Pohon, mengungkapkan alasan usahanya dinamakan Batik Pohon.
Kepada IndoTrading News, wanita berjilbab ini menuturkan, tercetus ide untuk menjalankan usaha batik dengan cara ‘lama’, pewarna alami, semata-mata sebagai upaya untuk terlibat melestarikan batik sebagai nilai tradisi dan warisan budaya bangsa Indonesia. Berkat dukungan sang suami, Suroso, wanita jebolan arsitektur ini pun mendalami bisnis batik tulis, dengan mendesain berbagai motif batik.
Pewarna 100% dari Pohon
Menggunakan bahan 100% alami, apalagi dari bagian-bagian pohon, seperti kulit maupun tulang/isi batang pohon bukanlah perkara mudah. Pasalnya, proses demi proses harus dilewati, mulai dari mencari dan menentukan jenis pohon, hingga pengeringan. Selanjutnya adalah proses memanaskan/merebus potongan kayu tersebut dengan air putih biasa untuk mendapatkan warna yang diinginkan.
Kayu-kayu yang bisanya digunakan antaralain, kayu tingi (warna hitam) kayu teger (kuning), kayu jambal (cokelat) daun tom dan akarnya (warna biru), serta daun mangga (warna hijau). Adapun jenis kayu lainnya, seperti kayu mahoni, kayu secang/sepang, dan beberapa lagi juga bisa digunakan sebagai pewarna batik.
“Semua pohon yang bergetah bisa digunakan sebagai bahan baku pewarna. Tapi yang utama adalah kayu-kayu yang bisa dengan mudah ditanam atau dibudidayakan, bukan pohon langkah,” tambah dia.
Oleh karena menggunakan bahan alami, maka tak heran jika batik tulis memiliki aroma yang khas. Aroma alami yang tentu menjadi pemikat bagi pecinta batik. Inilah batik sesungguhnya. Batik yang juga 100% pengerjaannya menggunakan tangan manusia, mulai dari desain, hingga mencanting. Batik tulis, batik tradisional, batik yang sarat dengan muatan lokal, warisan budaya asli bangsa kita.
Motif Flora
Memroduksi batik yang sama dengan batik pada umumnya tentu akan menghadirkan persaingan yang lebih tinggi. Bahkan, bisa-bisa mundur di tengah jalan. Untuk itu, Candra pun mengambil jalur yang berbeda. Ia tahu, batik tulis akan lebih sulit memasarkannya lantaran harganya pun lebih mahal, tapi dia terus berinovasi. Setidaknya, usaha yang dihadirkannya ‘sedikit’ beda dengan lainnya.
Dari nama, sudah pasti orang akan penasaran dan bertanya-tanya soal produk dan usahanya tersebut. Berikutnya adalah motif alami yang juga mengikuti ciri produknya, alami tanpa bahan kimia.
Sebagai seorang yang berlatar belakang pendidikan arsitek, setidaknya tangan dan jari Candra luwes menggores berbagai motif di lembar demi lembar kain. Sebagaimana bahan baku pewarnanya, motif yang kerap digunakan Candra pun bernuansa flora/tumbuh-tumbuhan.
“Sebagian besar motif batik tulis saya adalah flora. Ada juga hewan, seperti ikan, tapi hanya sekitar 5-10% saja,” paparnya.
“Saya juga tidak meninggalkan pakem saya. Jadi kalau motif-motif yang sudah pakem, seperti motif batik Jogja, maka saya tidak utak-atik lagi,” sambungnya.
Selain itu, Candra pun lebih menyukai warna-warna yang lebih terang. Untuk ini, proses pewarnaannya dilakukan berulang-ulang agar kadar warnanya tidak memudar.
“Saat pewarnaan, saya bisa mencelup hingga 20-25 kali. Ini agar warna yang dihasilkan pun lebih terang dan jelas,” terang Candra.
Inilah yang menghadirkan ciri tersendiri bagi produk-produk batik tulisannya. Sentuhan tangan wanita ramah ini menawarkan pilihan, lebih dari sekadar motif dan warna, tapi juga pilihan cara mencintai batik sebagai warisan tradisi, serta cara untuk ikut mencintai bumi Indonesia.
Nilai Jual Tinggi
Rancangan batik yang menggunakan pewarna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi. Selain memiliki nilai seni, aroma dan warna yang khas, produk ini juga ramah lingkungan, juga berkesan etnik dan eksklusif.
Selembar batik tulis yang butuh waktu pengerjaan hingga 3 minggu ini dipasarkan dengan harga bervariasi, tergantung kerumitan motif dan ukuran kainnya. Produk Batik Pohon dilego dipasaran dengan harga mulai Rp 350 ribu, hingga lebih dari Rp 5 juta. Ada juga yang mencapai Rp 10 juta lebih untuk jenis lukisan batik sebagai hiasan dinding, dan lainnya. Batik jenis ini memakan waktu pengerjaan hingga 3 bulan.
Dalam setiap bulan, Candra dan beberapa karyawannya mampu memroduksi sekitar 25-30 lembar batik tulis. Adapun batik berukuran kecil, seperti selendang hanya menjadi selingan.
Produk-produk Batik Pohon kini telah dipasarkan di beberapa butik dan gallery di Jakarta dan sekitarnya. Beberapa kegiatan pameran pun diikuti untuk sekadar memperkenalkan lebih luas produk alaminya tersebut. Candra optimis, usahanya tersebut bakal terus berkembang, seiring penaikan omzet yang kini rata-rata telah mencapai Rp 10-an juta.
Di sela perjuangannya, ia berharap agar pemerintah dapat membantu, setidaknya batik impor dapat ditekan peredarannya di Indonesia. Lebih dari itu, pengrajin batik alami dan batik tulis lebih mendapat perhatian secara khusus untuk memasarkan dan mengembangkan usahanya itu. [Pius Klobor/IndoTrading News]
- Advertisement -