Gencarnya pembangunan yang diarahkan ke timur Jakarta berpadu pada massifnya pengembangan Cikarang sebagai industrial estate tentu menjadi bidikan utama para pengembang. Keberadaan kaum ekspatriat apalagi dalam jumlah banyak juga mendatangkan peluang pasar baru bisnis properti.
Jakarta masih menjadi barometer pertumbuhan properti di Indonesia. Kawasan-kawasan di sekitar Jakarta sebagai penyanggah tentu menawarkan berbagai prospek menjanjikan bagi bisnis ini. Selain pergerakan ke barat dan selatan ke arah TB Simatupang, kini pergerakan koridor timur menunjukkan potensi yang sangat menjanjikan.
Seperti di Cikarang, Kota Kabupaten Bekasi yang kini semakin massif dengan pertumbuhannya. Kawasan di timur Jakarta ini pun menjadi bidikan utama para pengembang menjaring pasar potensial. Setidaknya ada dua alasan utama, Cikarang adalah kawasan industri terbesar di Asia Tenggara ditambah dengan gencarnya pembangungan infrastruktur dan transportasi massal ke daerah tersebut.
Banyak industri manufaktur yang tersebar di berbagai kawasan industri di Cikarang. Setidaknya ada tujuh kawasan industri besar, antaralain Jababeka, Bekasi Fajar, Delta Silicon (Lippo Cikarang), Kota Delta Mas (Sinar Mas Land), MM2100 Industrial Town, EJIP, serta BIIE (Hyundai). Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan jumlah total perusahaan yang tersebar di berbagai kawasan industri di koridor timur tersebut terus meningkat.
Saat ini saja ada sebanyak 4.097 perusahaan, dan 3.000 diantaranya adalah perusahaan multinasional yang berasal dari sekitar 35 negara.
“Ada juga sekitar 2.000-an pabrik yang berada di luar kawasan industri,” ujar Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), kepada Property and The City, beberapa waktu lalu.
Keberadaan industri ini tentu menjadi penopang utama pengembangan kawasan Cikarang. Bahkan Cikarang yang disebut sebagai ‘Little Asia’ ini menjadi salah satu penyumbang ekspor nasional terbesar, hingga lebih dari 40%. Kondisi ini juga ditopang oleh keberadaan sekitar enam kawasan industri di Karawang, seperti Suryacipta, KIIC, Kujang Industrial Estate, KI Mitrakrawang, dan Kota Bukit Indah.
“Kalau kita bandingkan dengan Serpong atau Tangerang yang growing di sana adalah residensialnya, tapi di sini adalah industri. Dan industrti ini akan terus tumbuh dan berkembang, sehingga residensialnya pun ikut tumbuh. Tapi sebetulnya lebih strong mana, secara makro ekonomi memang lebih strong sini, karena base-nya industri dan kemudian disusul oleh residensialnya,” ujar Edhijanto Widaja Taufik, Founder & CEO Selaras Holding Group di Cikarang.
Melihat potensi pengembangan di koridor timur ini memang akan terus tumbuh. Cikarang-Karawang sebagai kota industri menjadi destinasi bagi beberapa kota besar di sekitarnya, seperti Jakarta, Bandung, dan Cirebon. Bahkan bukan tidak mungkin kota-kota tersebut akan menyatu di sepanjang perlintasan infrastruktur dan transportasi massal yang akan dibangun.
“Sekarang ini sebetulnya sudah ke Karawang. Dan Karawang pun sudah mulai jenuh, bergeser lagi ke arah Purwakarta, dan ke arah Subang, ke sisi timur Jawa Barat,” tambah Sanny.
Potensial Market
Gencarnya pengembangan industri di kawasan ini juga dikuti dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja asing yang tersebar di wilayah Bekasi, baik kota maupun kabupaten. Riset yang dilakukan oleh Lippo Cikarang terhadap data dari Imigrasi menunjukkan peningkatan cukup signifikan setiap tahun.
Tahun 2013 lalu ada sebanyak 12.713 orang yang kemudian meningkat pada 2014 menjadi 14.283 orang. Sedangkan pada akhir 2015 lalu, total jumlah ekspatriat yang berada di Bekasi sebanyak 17.137 orang, dimana 12.000 diantaranya tinggal di Cikarang. Jumlah ekspatriat di Cakarang tersebut didominasi oleh Jepang sekitar 60%, kemudian dari Korea 30%, sisanya dari China dan Asia Tenggara.
Keberadaan pekerja asing ini tentu menjadi ladang potensial bagi pengembangan properti di kawasan ini, disamping ratusan ribu pekerja lokal yang juga bekerja di Cikarang. Kebutuhan akan tempat tinggal yang layak menjadi pilihan utama, apalagi masih dalam kawasan industri, sehingga lebih praktis, menghemat waktu, dan tentunya mudah dijangkau.
“Hambatan kita adalah kemacetan. Tidak mungkin mereka tetap tinggal di Jakarta dengan waktu tempuh lebih dari 3 jam. Sehingga peluang seperti ini yang coba kami garap,” kata Asmat Amin, Owner PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group.
Infrastruktur
Cikarang yang tumbuh pesat olehkarena kekuatan ekonominya dari industri menjadikan kawasan ini sebagai salah satu fokus pembangunan oleh pemerintah. Infrastruktur terus digenjot, termasuk yang berbasis transportasi massal. Data yang dihimpun, setidaknya ada sembilan rencana pengembangan infrastruktur ke wilayah Cikarang;
“Kita lihat ke wilayah Serpong, tidak ada rencana semasif di sini. Hampir semua jenis infrastruktur transportasi massal diarahkan ke sini. Karena di sini, industri menjadi motornya,” ungkap Jopy Rusli, Chief Marketing Officer Lippo Homes.
“Perkembangan kota selalu melihat perkembangan infrastruktur. Dan perkembangan properti selalu melihat perkembangan kota. Developer itu selalu melihat, kota ini akan bergerak ke arah mana. Dan pastinya dia akan kembangkan ke arah itu,” sambung CEO Strategic Development & Services Sinar Mas Land, Ishak Chandra, di Serpong, belum lama ini.
Harga Tanah
Semakin terbukanya akses sebuah lokasi, semakin tinggi pula harga tanah di wilayah tersebut. Pergerakan harga tanah di Cikarang pun terlihat cukup signifikan, meski sedikit ada koreksi dalam beberapa bulan belakangan ini. Harga tanah dalam kawasan industri kini telah berada level Rp 3 juta/m2, sementara zona industri tanpa kawasan sebesar Rp 1,5 juta/m2.
Tanah untuk hunian pun sudah berada di kisaran Rp 3-4 juta/m2. “Terutama yang berada di lokasi strategis, seperti di sekitar Lippo Cikarang atau di Jababeka. Tapi ini sangat berbeda jauh dengan harga apartemen yang berkisar antara Rp 12-14 juta/m2, bahkan ada yang sudah di atas itu,” kata Konsultan properti yang juga Principal Ray White, Ary Kustini.
Senada Sanny Iskandar menambahkan, sejak krisis tahun 1997 lalu harga kavling tanah terus meningkat, apalagi yang berada di lokasi yang lebih strategis. Tahun 1997 harga lahan sempat berada di USD30-40/m2. Hingga tahun 2010 juga masih di bawah USD60/m2 bahkan ada yang USD30/m2. Mulai terjadi kenaikan di tahun 2011-2014, bahkan saat itu ada yang terjual dengan USD120/m2.
“Kalau saat ini sedikit terkoreksi. Kita bicara antar daerah untuk di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Karawang, range-nya sekitar USD130-180/m2. Namun di tahun 2013/2014 sempat di harga USD140-200/m2,” terang Sanny.
Sementara harga kavling yang tengah dipasarkan di kawasan the Oasis, yang menyasar pengembang perhotelan di kisaran Rp 15 juta/m2.
Potential Rental
Melihat sasaran pasar utama adalah para ekspatriat, maka potensi untung terbesar tentu pada bisnis sewa apartemen. Return on investment (ROI) dari sewa apartemen berkisar antara 16%-20%.
“Begitu masa topping off, otomatis dia punya keuntungan capital gain, dimana di sini berkisar sekitar 15%-20%. Kita asumsikan saja, jika harga rental Rp 156 juta/tahun, sementara investasi unit apartemen tersebut adalah Rp 600 juta, maka return dalam 4 tahun. Bahkan ada yang lebih dahsyat lagi, di Axia South, Lippo Cikarang, rentalnya antara 2.500-3.000 dolar Amerika per bulan,” ungkap Supriantoro, Direktur Sales & Marketing the Oasis Cikarang. [Pius Klobor/Majalah Property and The City edisi 28/2017]
[…] CIKARANG: Asia Kecil di Koridor Timur […]
[…] CIKARANG: Asia Kecil di Koridor Timur […]