Masyarakat Indonesia baru mengenal dan mulai menggunakan mortar instan di tahun 1996. Beda dengan masyarakat di negara tetangga yang sudah terbiasa dan merasakan lebih hemat pakai mortar instan.
Tidak seperti di negara-negara maju atau bahkan negara tetangga seperti di Singapura dan Thailand yang sudah terbiasa menggunakan mortar instan sebagai bahan utama dalam aplikasi bangunan.
Masyarakat Indonesia baru mengenal mortar instan sejak 1996, sehingga belum banyak yang menyadari kelebihan bahan bangunan yang satu ini.
Di Indonesia, baik para pekerja (tukang bangunan), hingga kontraktor dan profesionalnya pun masih banyak yang memilih menggunakan ‘cara lama’, yakni mencampur semen dengan pasir untuk sekadar memasang bata, plester atau pekerjaan lantai.
Baca Juga:
- Buka Pabrik Mortar Utama Keempat, Saint Gobain: 98 Persen Bahan Lokal
- Wah, Merek Bahan Bangunan yang Satu Ini, Ternyata Punya Banyak Keunggulan
Padahal cara ini tentu lebih menguras waktu, tenaga, dan tentunya pengeluaran yang lebih besar.
“Hingga saat ini kami masih terus melakukan edukasi ke berbagai pihak. Baik di kampus-kampus, para tukang, atau profesional, seperti arsitek atau kontraktor,” ujar Direktur Nasional PT Cipta Mortar Utama (MU-Weber), Anton Ginting di Jakarta Selatan, Senin (19/3/2018).
Adapun MU-Weber merupakan salah satu pelopor mortar instan di Indonesia. Perusahaan ini sudah mulai beroperasi pada tahun 1996 dengan pabrik pertamanya di Cibitung, Bekasi.
Mortar instan sebagaimana namanya memang salah satu aplikasi bahan bangunan yang lebih unggul dan efisien, serta mudah digunakan. Menggunakan bahan ini juga dipastikan kualitas bangunan lebih bertahan lama.
Berbeda dengan semen konvensional pada umumnya, lanjut Anton, MU-Weber adalah mortar instan yang berbahan pasir, semen dan filler sebagai bahan pengisi, serta aditif.
“Aditif adalah bahan tambahan yang tercampur secara homogen dengan komposisi tertentu dan diproses menggunakan teknologi modern,” jelas Anton.
Saat ini MU-Weber memiliki berbagai macam produk mortar instan yang bisa diaplikasikan ke berbagai bidang kerja bangunan. Mulai dari perekat bata, plester, acian, perekat keramik, pengisi nat, perata lantai, hingga untuk perbaikan khusus.
“Kalau semen dan pasir bisa digunakan untuk semua aplikasi kerja bangunan. Sedangkan Mortar Utama untuk pasang bata dengan plester sudah berbeda produknya. Atau untuk acian dan pasang keramik juga beda lagi produknya,” tambah Anton.
Dengan begitu, Anton memastikan jika menggunakan produk MU akan langsung terlihat dan terasa hasil yang lebih berkualitas.
“Sehingga kita berharap agar masyarakat juga mulai beralih dari campur pasir dan semen di proyek dengan satu produk yang sudah ready dan unggul benefitnya, baik dari sisi productivity, quality, dan environment. Jadi mortar lebih praktis, efisien, anggaran juga lebih terkontrol, dan tentunya punya kualitas yang lebih baik,” tegasnya.
Jika melihat total install cost atau total biaya yang dikeluarkan, mulai dari biaya produk, tenaga kerja, dan waktu, maka sudah pasti menggunakan Mortar Utama akan jauh lebih efisien dan hemat.
“Misalkan untuk pekerjaan dinding, mulai dari pasang bata, plester hingga acian, maka akan lebih hemat 15 persen dibandingkan dengan menggunakan campuran semen dan pasir. Pekerjaan finishing, seperti cat juga tidak repot, cukup satu lapis hasilnya sudah bagus sekali,” kata Anton.
Salah satu produk terbaru PT Cipta Mortar Utama tahun ini adalah seri Tile Grout atau semen instan untuk pengisi nat. Kini empat produk Tile Grout tersebut lebih spesifik dan mudah untuk diaplikasikan, baik untuk outdoor, kolam renang atau di dapur, kamar mandi.
“Produk terbaru kami ini punya keunggulan lebih mudah dibersihkan. Keluhan banyak konsumen adalah susah bersihkan nat. Kami punya formula khusus, sehingga dengan Tile Grout akan lebih mudah dibersihkan,” jelasnya.
Tahun ini MU-Weber menambah satu lagi pabrik terbaru di Cikande, Banten. Adanya pabrik keempat ini menambah kapasitas produksi Mortar Utama menjadi sebesar 1 juta ton untuk tahun ini.
“Kalau tahun lalu, sebelum ada pabrik Cikande kapasitas produksi sekitar 800 ribu ton per tahun,” pungkas Anton.