PropertiTerkini.com, (TANGERANG) — Tahun 1850, warga Kota Boston, Amerika, cukup berjalan kaki untuk pergi ke tempat kerjanya. Pada masa itu Boston disebut ‘a walking city’ karena kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga menjadikan berjalan kaki sebagai moda transit yang efektif dan popular di kota. Dengan radius kota yang hanya dua mil, penduduk yang bertempat tinggal di paling pinggir kota, dapat mencapai pusat kota dengan ‘berjalan kaki’ dalam waktu tidak lebih dari satu jam.
Pada tahun 1860-an, sarana transportasi berupa kereta ditarik kuda pada jalur rel mulai dikenalkan. Akibatnya, luas kota meningkat. Radius Kota Boston menjadi dua setengah mil pada 1872 dan menjadi empat mil pada 1887. Masuk dekade 1890-an, kereta kura digantikan oleh trem listrik yang dapat melaju dua kali lebih kencang dan membawa penumpang tiga kali lebih banyak. Dampaknya, radius Kota Boston meningkat menjadi sekitar enam mil dan luas kota meningkat sembilan kali lipat. Ini adalah sebuah contoh yang secara gamblang menjelaskan pengaruh teknologi transportasi pada keluasan kota.
Baca Juga: Usung Pembangunan Berkelanjutan, Klaster Gardenia Paramount Petals Hadir dengan Ragam Fitur Baru
Perkembangan moda transportasi telah membuat ukuran kota-kota di dunia membengkak jauh lebih berlipat dibanding Kota Boston periode tahun 1850 ke tahun 1890. Batasan pinggir kota di mana lokasi tempat tinggal terjauh yang masih dapat terjangkau tidak lagi diukur dari ‘panjang’ jarak tempuh, kini bergeser pada ‘waktu’ tempuh.
Proses seperti ini terjadi hampir di seluruh kota di dunia, termasuk kota-kota di Indonesia, Jakarta salah satunya. Kini, semua warga kota Jabodetabek harus menggunakan bus, kereta api, mobil atau motor untuk menuju tempat kerjanya. Bandingkan beberapa puluh tahun lalu orang tentu enggan jika harus tinggal di Serpong, sementara dia bekerja di kawasan Jalan Sudirman. Pada masa itu kawasan tersebut berada di luar radius kota. Hari ini, Serpong adalah kawasan residensial yang diminati. Orang harus punya kemampuan finansial tertentu untuk dapat tinggal di sana.
Bicara barat Jakarta, perluasan dan pengembangan kotanya tidak mentok di area Serpong, Tangerang, saja. Kinclongnya Serpong sebagai wilayah penyangga Jakarta memang membuat permintaan hunian tetap ada dan tinggi. Banyak yang melirik kawasan ini karena dekat dengan Jakarta Barat dan Selatan, ke Bandara Soekarno-Hatta tidak terlalu jauh, dan fasilitasnya lengkap: ada mal, hotel, perkantoran, rumah sakit, sekolah dan kampus favorit, juga seabrek fasilitas komersial.
Baca Juga: Serpong Next, Legok Tawarkan Rumah Sehat Semi Detached
Tahun 2010-2013 adalah masa terbaik (best of the best) bisnis properti. Indeks consumer confidence atau tingkat kepercayaan konsumen terhadap pasar begitu tinggi. Survei Bank Indonesia menyebut, indeks tertinggi 120 poin terjadi awal tahun 2012 dan 2013. Confidence konsumen itu didukunh pertumbuhan ekonomi yang juga tinggi, rata-rata lebih dari 6 persen per tahun dan kurs rupiah yang kuat Rp8.000-9.000 per satu dolar AS. Saat itu, kenaikan harga lahan di Serpong bisa mencapai 50 persen lebih dalam satu tahun. Rumah, ruko, apartemen laris manis diborong investor.
Tentu “tak ada makan siang gratis”. Konsumen harus membayar tinggi rumahnya untuk bisa menikmati seluruh fasilitas itu. Saat ini harga rumah di wilayah Serpong menuju Gading Serpong rata-rata di atas Rp1 miliar. Bahkan di kota baru seperti Paramount Land, BSD City, Summarecon Serpong dan Alam Sutera sebagian besar sudah di atas Rp2 miliar. Di kawasan ini harga tanahnya berkisar Rp11 juta – Rp12 juta per meter persegi untuk hunian.
“Harga itu mempertimbangkan jarak kawasan terhadap Jakarta dan fasilitas-fasilitas yang sudah dibangun, yang tentu saja mempermudah hidup warganya menjalani keseharian,” ujar Head of Advisory Colliers Internasional Indonesia, Monica Koenovagril, dalam wawancaranya dengan PropertiTerkini.com, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Rumah Tahan Gempa di Cianjur Dibandrol Rp150 Juta Per Unit
Serpong hingga Gading Serpong saat ini sudah matang dan harganya cukup tinggi. Harga propertinya jauh berbeda bila bergerak lagi ke barat Serpong di kawasan Bitung, Kabupaten Tangerang. Harga tanah di kawasan ini, baru mencapai Rp4 juta – Rp12 juta per m2. Perumahan yang berada di area Bitung menuju Cikupa, Pasar Kamis, dan Balaraja berkisar antara Rp4-5 juta per m2 atau sepertiga harga Serpong.
Padahal jarak Serpong-Bitung melalui jalan Tol Jakarta-Merak hanya sekitar 20 menit. Dengan harga yang belum terlalu tinggi itu, Bitung masih dapat mengembangkan rumah satu lantai seharga Rp700 jutaan. Rumah dua lantai dengan tiga kamar tidur di atas kaveling 80 m2 masih bisa didapat dengan harga Rp1 miliaran.
Monica menyebut, ketersediaan lahan di area Tangerang Selatan hingga Serpong sudah mulai terbatas, sehingga pengembangan pada area Bitung-Balaraja dianggap cukup potensial. “Meski saat ini masih moderat, tapi area ini akan sangat potensial di masa depan, terutama dengan adanya rencana infrastruktur yang akan meningkatkan aksesibilitas area tersebut, seperti rute Tol Serpong-Tangerang/Balaraja,” katanya.
Baca Juga: Empat Pabrik Semen SBI Raih Penghargaan Industri Hijau
Terkait perkembangan Kabupaten Tangerang sebagai kawasan industri yang terintegrasi dengan pemukiman skala kota. Monica menjelaskan, secara struktur ekonomi, Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dengan peran manufaktur dominan, yaitu 34 persen. Dominasi manufaktur juga cukup kuat di Kota Tangerang, 34 persen.
Akan tetapi, karakteristik manufaktur di kedua wilayah ini sangat berbeda. Di Kota Tangerang, manufakturnya berskala kecil, sedangkan manufaktur skala besar lebih banyak dijumpai di Kabupaten Tangerang. “Kawasan Kabupaten Tangerang masih akan berkembang karena punya basis ekonomi sangat kuat melalui kehadiran ribuan perusahaan industri. Di sini ada ribuan pekerja asing dan ratusan ribu pekerja industri yang membutuhkan hunian dan dukungan fasilitas,” terangnya.
Dirancang Homey dan Sehat
Dalam radius 6-7 km dari Kota Gading Serpong atau 5-6 km dari Lippo Village Karawaci masih ada beberapa yang menawarkan rumah dengan harga cukup terjangkau bagi kalangan menengah dan menengah atas. Sebut contoh, Paramount Petals (400 ha) di Jalan Raya Curug, Cukang Galih, Kecamatan Curug, Bitung,
Oktober 2022 lalu, PT Paramount Land, pengembangnya, meluncurkan klaster terbaru Gardenia yang menyediakan rumah 1-2 lantai sebanyak 459 unit. Tipe rumahnya satu lantai 41/72 (6×12) serta dua lantai 51/84 (7×12) dan 70/120 seharga Rp889 juta – Rp1,1 miliaran/unit. Tahap awal dipasarkan terbatas, 224 unit. Satu bulan sebelum diluncurkan ke pasar, peminat rumah di cluster Gardenia diklaim sudah mencapai 89 unit.
Baca Juga: Premium Clubhouse di Bukit Podomoro Jakarta Rampung Dibangun
Presiden Direktur PT Paramount Land M. Nawawi menerangkan, Gardenia adalah produk rumah tapak pertama di Paramount Petals yang menawarkan rumah dua lantai. Dua cluster sebelumnya, Aster dan Canna, seluruh unitnya dibangun satu lantai.
“Sebetulnya konsep cluster Gardenia mengadopsi dua cluster sebelumnya, yaitu rumah satu lantai dengan high ceiling sehingga tampak depan seolah-olah seperti rumah dua lantai. Karena minat yang beli sangat baik, akhirnya kami luncurkan versi dua lantai melalui cluster Gardenia,” ucap Nawawi kepada PropertiTerkini.com saat acara peluncuran cluster Gardenia di Atria Hotel, Tangerang, medio Oktober lalu.

Kaum urban yang mendambakan rasa nyaman dan rileks ketika masuk rumah setelah sekian jam berkegiatan di luar, rumah-rumah di Paramount Petals ini bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Selain berplafon tinggi, rumah juga dirancang memiliki cross ventilation (sirkulasi menyilang) dengan dua bukaan yang saling berhadapan dalam satu ruangan.
Baca Juga: Kementerian PUPR Gelar Penandatanganan Nota Kesepakatan dengan Penerima Bantuan Rusun
Fungsi cross ventilation untuk membuat sirkulasi udara atau perputaran angin di dalam ruangan bisa berjalan terus menerus, sehingga udara di dalam ruangan bisa segera digantikan dengan udara segar dari luar. “Konsep rumah sehat yang dirancang secara khusus ini kami hadirkan untuk memudahkan masyarakat beraktivitas saat situasi new normal dan bisa tetap sehat,” jelas Nawawi.
Hampir sepekan dilingkupi padatnya pekerjaan dan berjam-jam memandang rentetan gedung perkantoran, tentu membuat mata dan otak lelah. Menghabiskan akhir pekan di rumah dengan menanam tanaman atau sekadar menikmati matahari pagi, tentu mampu me-recharge energi dan jiwa. Di cluster Gardenia, penghuni bakal mendapatkan keasyikan tersebut. Ini karena setiap rumah memiliki area outdoor atau taman di sisa lahan yang juga bisa dimanfaatkan untuk berkebun mini sambil memelihara burung atau kelinci.
Memasuki unit contoh cluster Gardenia tipe lebar 7×15 meter atmosfirnya tenang dan hangat. Didesain dengan konsep modern kontemporer, interiornya memadukan warna-warna soft dan natural. Seluruh ruang bernuansa beige lembut dikombinasi tekstur kayu coklat dan putih seperti tampak pada dinding, lis jendela dan ambalan. Tirai jendela dan bed cover menggunakan warna senada.
Baca Juga: Talang Air Beton Masih Bocor? Atasi dengan Pelapis Anti Bocor Aquaproof Pro
Perpaduan warna-warna calm itu membuat hunian terasa lebih homey dan nyaman. Aplikasi kaca lebar yang cukup dominan seperti pada jendela, head board dan kabinet membuat ruangan menjadi lebih modern dan terkesan lebih luas. “Konsep interior yang elegan dan calm ini sesuai dengan kebutuhan kaum urban yang ingin rumahnya tenang dan nyaman,” terang Nawawi.
Milenial “Bahan Bakar”
Seperti diketahui, kaum urban milenial menjadi prioritas pengembang dan perbankan untuk memiliki hunian. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sejak tahun 2018 sudah ada peningkatan debitur dari rentang usia 21-40 tahun atau kaum milenial sehingga mendominasi pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Debitur pada usia itu mayoritas membeli rumah kompak berukuran 22-70 m2 dengan porsi mencapai 35-50 persen. Tren peningkatan debitur dari kalangan muda yang diriset BI itu berlanjut hingga tahun 2022.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) mencatat KPR untuk segmen milenial menjadi salah satu pendorong laku pertumbuhan kredit perseroan. Sebesar 90 persen atau Rp7,5 triliun pencairan kredit perumahan mengalir ke generasi milenial pada kuartal I/2022. Bahkan nilai ini mendominasi dari total mortgage disbursement atau pencairan kredit perumahan senilai Rp8,3 triliun.
Mario Susanto, VP Sales & Marketing Paramount Petals setuju bahwa segmen kalangan muda milenial harus menjadi prioritas pasar properti lantaran jumlahnya yang padat. Namun tetap, Mario melihat ada beberapa kendala kalangan itu untuk membeli rumah, mengingat banyak di antara mereka yang lebih mementingkan pengeluarannya untuk gaya hidup, sehingga porsi untuk mendapatkan pembiayaan perumahan menjadi makin rendah.
“Kondisi seperti itu membuat kami bagaimana merancang cara bayar yang ringan dan tidak menyusahkan untuk konsumen. Mau cara mengangsur seperti apa kami akan ladeni selama konsumen punya kemampuan bayar,” kata Mario.
Pun uang muka alias depe pembelian rumah sekarang bukan menjadi masalah besar. Setidaknya konsumen tidak harus menyiapkan uang dalam jumlah besar sekaligus untuk melunasi depe, karena konsumen bisa melunasi uang muka pembelian rumah dengan beberapa kali cicilan. Lamanya angsuran tergantung masing-masing pengembang. Ada yang tiga bulan, enam bulan, hingga satu tahun. Angsuran panjang umumnya ditawarkan perumahan menengah atas dengan depe rata-rata 20 persen.
Baca Juga: Lemari Es dan Mesin Cuci SHARP Kembali Tempati Posisi Teratas Indonesia Best Brand Awards 2022
“Paramount Petals menawarkan cicilan 3 sampai 10 kali bayar untuk depe 5 dan 10 persen. Bisa juga lewat angsuran langsung ke developer periodenya bisa sampai lima tahun atau 60 kali angsur,” beber Mario.
Nawawi menambahkan, intinya bahan bakar baru pasar properti di masa depan adalah kelas menengah urban milenial. Mereka sensitif terhadap model rumah, jarak ke pusat kota, fasilitas sosial, koneksi internet, dan banyak hal lain yang berkaitan dengan perilaku milenial. “Ini berbeda dengan kelas menengah atas yang merujuk pada daya beli. Bagaimana kita (developer) bisa melayani pasar tersebut. Itulah tantangannya,” tandasnya.
Rumah di cluster Gardenia dijual inden dengan serah terima rumah dijanjikan 18 bulan setelah akad kredit. Rerata peminat rumah di Paramount Petals adalah kelas pekerja dan keluarga muda rentang usia 25-44 tahun didominasi mereka yang tinggal di kawasan Tangerang Raya dan sekitarnya.
Terus Membangun
Nawawi menyebut, kawasan Paramount Petals akan terus tumbuh dan memiliki prospek menjanjikan. Generatornya adalah pembangunan infrastruktur dan berbagai fasilitas di dalam kawasan. “Pada prinsipnya, sebuah kota baru harus terus membangun. Tidak boleh berhenti. Pengembangan kota baru butuh berpuluh-puluh tahun. Gading Serpong digagas sejak tahun 1993 dan BSD City dari tahun 1980-an sampai saat ini masih membangun. Dalam masterplan, Paramount Petals direncanakan berjenjang dari rumah tipe terkecil sampai nanti kelas atas, termasuk komersial, kios-kios, apartemen sudah kami susun. Kami ingin melakukan percepatan okupansi,” ungkapnya.
Paramount Petals dirancang untuk menampung sebanyak 100 ribuan jiwa mencakup penghuni kawasan 45-50 ribu jiwa, dan pekerja yang beraktivitas di kawasan sebanyak 60 ribu jiwa. Pembangunan infrastruktur terus dikebut, salah satunya jalan boulevard sepanjang 3 km yang kini sudah bisa digunakan. Kawasan juga sudah berdiri sejumlah convenience store dan klinik kesehatan.
Baca Juga: Bantu Penyintas Gempa Cianjur, Habitat dan MODENA Ajak Ananda Sukarlan Gelar Konser Amal
“Ini sinyal positif dari kami, bahwa kawasan perumahan ini bukan hanya menjual fisik tetapi juga menyediakan fasilitas bahkan sebelum konsumen menghuni rumahnya,” ucap Nawawi.

Jika boleh diibaratkan, Paramount Petals ini bagaikan gadis geulis (cantik) yang memasuki usia balita. Kian hari makin banyak kalangan yang gemas memperebutkan. Karenanya penjualan rumah di kota baru di Jl Raya Curug, Bitung, ini pun terus meningkat. Bahkan peningkatan marketing sales-nya seperti deret ukur.
Bayangkan, sejak 1 tahun 2 bulan lalu rumah yang laku mencapai 700 unit. Sepanjang Januari-Oktober 2022, realisasi penjualannya mencapai Rp420 miliar dari total target Rp750 miliar hingga akhir tahun. “Saya optimis menjelang akhir tahun ini akan lebih tinggi lagi,” aku Nawawi.
Baca Juga: Beli Rumah di Lokasi Strategis, Berikut Tipsnya!
Padahal, direntang tahun 2021-2022 pasar masih harus beradaptasi terhadap situasi pandemi yang mengharuskan banyak perusahaan-perusahaan (dimana tempat konsumen bekerj) perlu melakukan konsolidasi usaha dengan penyesuaian aturan dan strategi bisnis baru, agar usahanya tetap berjalan. Pun konsentrasi orang lebih pada urusan kesehatan dan upaya pemenuhan kebutuhan dasar juga menjadi tantangan lain bisnis properti.
Namun, ada pula sebagian developer yang terus melakukan berbagai adaptasi dan penyempurnaan strategi, sehingga masih bisa membukukan penjualan yang baik. Paramount Land, satu diantaranya. Awi mengklaim, realisasi marketing sales Paramount Land hingga kuartal III 2022 sudah mencapai Rp4,3 triliun (per 6 Oktober 2022), atau 86 persen dari target Rp5 triliun di tahun ini.
“Resesi dunia dianggap menjadi ancaman, tapi (bisnis) properti bisa menjawab itu. Kenaikan BI Rate sampai hari ini tidak pengaruh di KPR sampai akhir tahun. Faktanya, properti tidak menahan, justru makin agresif. Kenapa? Karena beli properti itu ada banyak pilihan cara bayar. Kami sebagai developer harus mencari celah bagaimana cara bayar yang cocok untuk tiap masing-masing konsumen. Konsumen juga akan menilai seberapa signifikan progres infrastruktur di kawasan. Tahun 2023 kuartal kedua kami akan memulai pembangunan exit Tol Petals (JORR/Serpong-Balaraja) dengan target full operation di akhir tahun 2025,” pungkasnya.