PropertiTerkini.com, (DENPASAR) – Waskita Karya Realty (Waskita Realty) anak perusahaan PT Waskita Karya Tbk segera menggelar grand launching untuk dua klaster rumah terbaru di proyek Vasaka Bali, Agustus ini.
Vasaka Bali merupakan proyek rumah tapak seluas 12 hektar yang dilengkapi dengan area komersial 2,5 hektar. Perumahan strategis di perlintasan Jalan WR Supratman yang menghubungkan Denpasar dan Ubud.
Vasaka Bali adalah perumahan 3-gated residential cluster, direncanakan akan dibangun sekitar 300 unit rumah.
Baca Juga: Siapkan Hunian ‘Tangguh’, AESLER Usung Konsep Future Proofing Homes
Mengusung konsep modern tropical living, perumahan eksklusif ini dikembangkan dengan sentuhan arsitektur bergaya Bali yang juga selaras dengan keseharian serta nilai-nilai tradisional masyarakat setempat.
Keluhuran nilai-nilai tradisional Bali tersebutlah yang mengilhami Waskita Realty untuk mengaplikasikannya pada proyek perumahan Vasaka Bali.
Berikut adalah lima hal menarik tentang seluk beluk pakem arsitektur serta ritual di rumah tradisional Bali. Kelima hal ini juga sekaligus menjawab rasa penasaran banyak orang, kenapa orang Bali sering mengadakan upacara di rumah, meletakkan canang sari di halaman atau depan rumah, sampai denah yang berbeda dari rumah-rumah pada umumnya.
Fokus Pada Empat Aspek
Ada empat aspek utama yang menjadi acuan dalam membangun rumah tradisional Bali. Pertama, rumah tersebut harus memiliki sistem ventilasi yang baik yang diterapkan pada jendela-jendela besar dan ruang di antara atap dan dinding bangunan sehingga membantu sirkulasi udara.
Kedua, berdasarkan filosofi Tri Loka, yaitu rumah serupa tubuh manusia, sebuah rumah harus memiliki pondasi yang kokoh seperti kaki manusia.
Baca Juga: Standar Arsitektur Hunian Sehat, Begini Cara Menatanya
Ketiga, halaman yang besar agar penghuni rumah terhubung dengan alam. Dan keempat, terdapat tembok penjaga untuk memberikan privasi dan menangkal energi negatif yang akan masuk ke rumah.
Asta Kosala Kosali, Fengshui Arsitektur Rumah Bali
Pada umumnya, rumah tradisional Bali tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal penghuninya, tetapi juga tempat bermasyarakat dan beribadah, khususnya bagi umat Hindu.
Oleh karena itu, arsitektur rumah tradisional Bali berpegang teguh pada asta kosala kosali, yaitu delapan pedoman desain arsitektur yang meliputi simbol, kuil, tahapan pembangunan, dan satuan pengukuran.
Selain itu, konsep tata ruang asta kosala kosali dilandasi oleh delapan hal: keseimbangan kosmos antara manusia, alam dan sang pencipta (tri hita karana), hierarki tata nilai (tri angga), arah mata angin (sanga mandala), ruang terbuka, proporsi dan skala ruang, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran dalam menggunakan material.
Baca Juga: Arsitektur Nusantara Harus Terus Dilestarikan
Menariknya, dimensi pengukuran rumah tidak menggunakan meteran, melainkan ukuran anggota tubuh pemiliknya seperti tangan, jari, lengan dan kaki sebagai alat ukur sehingga dipercaya akan menciptakan ruang yang proporsional dan ikatan antara pemilik dan bangunan rumah.
Area Timur Laut Rumah Dianggap Paling Suci
Ketika memasuki rumah tradisional Bali, ada sepuluh ruang yang akan Anda jumpai berdasarkan arah mata angin.
Di bagian luar terdapat angkul-angkul, gapura jalan masuk di sebelah selatan atau barat daya; aling-aling, area tembok penghalang yang mengalihkan jalur masuk ke samping dan dipercaya menghalau energi negatif yang akan masuk ke rumah; dan natah atau halaman luar.
Untuk menerima tamu, biasanya keluarga Bali menggunakan bale dauh di sebelah barat, dan melakukan rapat keluarga di bale dangin yang terletak di sebelah timur.
Karena upacara sakral seperti pernikahan atau kematian dilaksanakan di rumah, umumnya keluarga-keluarga Bali menggunakan bale bali saka yang merupakan bagian paling penting di rumah sehingga berada di tengah-tengah dengan alas yang lebih tinggi.
Baca Juga: Punya Penghasilan Rp2 Juta Bisa Beli Rumah di BNI Griya Expo Online
Setiap keluarga juga memiliki merajan atau tempat upacara yang terletak di sebelah timur laut atau lantai atas, area yang dianggap paling suci karena menghadap ke Gunung Agung.
Karena kepala keluarga dianggap terhormat dan area utara juga dianggap suci, maka bale daja digunakan sebagai paviliun bagi kepala keluarga atau pasangan yang baru menikah, sedangkan anggota keluarga lainnya tinggal dan bersantai di paviliun bale dauh.
Paon atau dapur terletak di sebelah tenggara dan lumbung di bagian selatan.

Canang Sari, Persembahan Wajib dalam Ritual Sehari-hari
Keseharian masyarakat Bali di rumah tidak lepas dari filosofi tri hita karana yang mengutamakan keselarasan antara manusia, alam dan sang pencipta, sehingga ritual menghaturkan canang sari merupakan kewajiban sebagai wujud syukur sekaligus pengorbanan diri sendiri karena pembuatan canang sari juga memerlukan waktu dan materi.
Maka tak heran, faktanya, setiap rumah setidaknya membuat 25 hingga 60 canang sari sebagai sesajen setiap harinya, tergantung ukuran rumah dan diletakkan di berbagai sisi seperti depan angkul-angkul, bale bali saka dan tentunya merajan.
Baca Juga: Kota Podomoro Tenjo, Rumah Harga Terjangkau, Terbaru dari Agung Podomoro Land
Rangkaian canang sari terdiri dari daun janur yang dibentuk segi empat sebagai alas, porosan dari pinang, sirih, daun janur dan kapur sebagai simbol Tridharma Hindu Bali (Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa), irisan tebu, jajanan khas Bali dan pisang, sampaian urasari, alas bulat untuk meletakkan bunga segar yang bermakna ketulusan, serta bunga rampai sebagai simbol kebijaksanaan dan dupa yang menyala di atas canang harus menghadap timur.
Rangkaian Upacara Saat Membangun Rumah
Saat membangun rumah, masyarakat Bali juga melakukan berbagai upacara pada setiap tahap pembangunannya.
Saat akan membangun pondasi rumah, biasanya Senin, Rabu, Kamis dan Jumat dianggap sebagai hari baik, dan diawali dengan upacara Ngruwak sebagai permohonan izin kepada roh halus agar berkenan mendirikan bangunan di tanah yang mereka tempati.
Kemudian pada saat peletakan batu bata pertama masyarakat Bali menyelenggarakan upacara Nasarin yang bertujuan rumah dan pemiliknya memegang teguh filsafat Hindu.
Selanjutnya, ketika rumah selesai dibangun upacara Mamakuh digelar dan dilengkapi prosesi ngurip-ngurip yang bertujuan menyucikan segala kekotoran dan mengubah benda mati menjadi hidup.
Baca Juga: Rolling Hills Karawang, Proyek Baru Lippo Group di Koridor Timur Jakarta
Terakhir, upacara Mlaspas dilakukan sebagai pembersihan dan penyucian rumah agar layak ditempati dan mendatangkan kedamaian di rumah tersebut.