PropertiTerkini.com, (JAKARTA) – Sinar Ultraviolet-C (Sinar UV-C) semakin banyak digunakan sebagai salah satu pilihan desinfeksi. Meski demikian, tidak sembarang digunakan tanpa petunjuk penggunaannya yang jelas.
Untuk itu, maka dalam upaya mengedukasi masyarakat tentang aspek keselamatan pemanfaatan teknologi UV-C, Signify, produsen pencahayaan dunia, menyelenggarakan diskusi virtual bertajuk: “Sinar UV-C: Kawan atau Lawan? Pemanfaatan Teknologi UV-C yang Aman untuk Perlindungan Masyarakat dari Mikro-organisme”, Selasa (25/8/2020).
Baca Juga: Lampu UV-C Dari Signify Mampu Menonaktifkan Virus Penyebab COVID-19
Rami Hajjar, Country Leader Signify Indonesia dalam sambutannya mengatakan bahwa berbagai upaya pengendalian virus, salah satunya Covid-19 saat ini terus dilakukan. Mulai dari penggunaan masker, jaga jarak, hingga pengembangan vaksin, termasuk penggunaan teknologi UV-C.
Sinar UV-C, kata dia, dapat mengurai DNA mikro-organisme, seperti bakteri, virus dan jamur, sehingga membuat mereka tidak lagi berbahaya.
“Namun demikian, masyarakat harus lebih berhati-hati saat memilih dan menggunakan produk UV-C. Sehingga diskusi ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memperhatikan aspek keselamatan dalam penggunaannya,” kata Rami.
Signify sendiri sudah 35 tahun berpengalaman dalam pencahayaan UV-C dan memiliki keahlian yang kuat dalam pengaplikasiannya.
Baca Juga: Signify Desak Industri untuk Adopsi Pedoman Keselamatan UV-C
Sementara Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS., Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) berpendapat, epidemiologi Covid-19 saat ini baru mewakili 66 – 73 persen dari jumlah kasus sesungguhnya.
“Kalau saat ini di Indonesia ada 141 ribu lebih kasus positif, boleh jadi di lapangan sudah lebih dari 230 ribu kasus. Hal ini berkaitan dengan adanya fenomena gunung es. Jadi kasus hari ini hanya semacam kerucut yang paling atas saja,” kata dia.
Salah satu upaya untuk mendukung pola hidup bersih dan sehat ini adalah dengan memanfaatkan rekayasa teknologi pencahayaan, yaitu teknologi UV-C.
Sinar UV-C yang berasal dari matahari disaring oleh lapisan ozon sehingga tidak sampai ke permukaan bumi. Dr. Hermawan menyebutkan, teknologi UV-C ini sangat diperlukan di area-area publik, seperti pusat perbelanjaan, hotel, kantor, sekolah, tempat ibadah, bandara, dan lainnya.
Baca Juga: Bilik Antivirus dari Tiga Startup Lokal, Lebih Efektif Basmi Virus
Terkait dengan sinar UV-C, Dr. rer. nat. Ir. Aulia Nasution, M.Sc., Kepala Laboratorium Rekayasa Fotonika, Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyebutkan bahwa, sinar UV-C, yang berada dalam spektrum cahaya tak kasat mata, memiliki potensi untuk mengatasi penyebaran Covid-19. Namun, ia memperingatkan bahayanya apabila sinar UV-C mengenai tubuh manusia secara langsung.
“Ada yang disebut dengan interaksi antara cahaya dengan materi biologis. Pada saat cahaya masuk dan terhalang materi, cahaya tersebut akan menembus ke dalam materi tersebut, dan semakin ke dalam akan terjadi hamburan (scattering). Dalam perjalanannya menembus jaringan, bisa juga terjadi penyerapan cahaya. Di sini terjadi transfer energi dari cahaya ke dalam materi yang dilaluinya,” terang Aulia.
“Jika terpapar langsung, sinar UV-C dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, menyebabkan iritasi kulit seperti ruam, sensasi terbakar, tumor, hingga memicu kanker, sementara pada mata bisa menyebabkan katarak,” lanjutnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa selama pengguna berhati-hati agar tidak terkena paparan langsung, penggunaan UV-C sebagai alat desinfeksi tidak menimbulkan masalah kesehatan. Ruangan, permukaan maupun benda yang didesinfeksi dengan sinar UV-C juga dapat langsung digunakan setelah lampu UV-C dimatikan atau tidak beroperasi.
Ia menyebut bahwa teknologi UV-C yang banyak dipasarkan sebagai produk germicidal atau pembunuh kuman berada pada gelombang 254nm, rentang gelombang yang efektif untuk membunuh mikro-organisme.
Baca Juga: 15 Ide Desain Kamar Mandi Modern
Mekanisme de-aktivasi mikro-organisme adalah sebagai berikut: ketika sinar UV-C itu diserap secara maksimum oleh jaringan sel, ia akan memutus rantai DNA dari sel tersebut sehingga sel gagal melakukan replikasi.
Akibatnya sel tersebut tidak bisa membelah dan menduplikasikan dirinya, sehingga jumlahnya akan terus berkurang. Namun agar efektif, penggunaan sinar UV-C ini harus dalam dosis yang tepat.
Dr. Aulia juga mengatakan bahwa sinar UV-C secara umum bisa digunakan untuk mendesinfeksi udara dan permukaan dalam ruangan, seperti dinding, lantai, meja kerja, dan benda.
Yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah bahwa deaktivasi mikro-organisme yang efektif sangat dipengaruhi oleh dosis paparan yang tepat, dengan parameter dosis paparan (dosimetry) sebagai berikut:
- Daya sumber cahaya
- Banyak cahaya (iradiansi yang diterima permukaan yang akan disinari)
- Jarak sumber cahaya dengan obyek penyinaran
- Lama penyinaran
Adapun rumusnya adalah:
Dosis [Joule/cm2] = Irradiansi [Watt /cm2] x Waktu [detik]
*1 Watt = 1 Joule/detik
Menanggapi makin banyaknya produk UV-C yang beredar di pasaran, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyatakan apresiasinya terhadap segala bentuk upaya untuk mengendalikan wabah Covid-19. Namun, ia juga menyoroti pentingnya aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan konsumen.
“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan pengawasan produk sebelum diedarkan (pre-market control policy) seperti menetapkan standar atau sertifikasi bagi produk-produk UV-C, untuk memastikan bahwa produk yang beredar sudah memenuhi standar,” ujar Tulus.
“Setelahnya diikuti dengan post-market control policy, yaitu melakukan pengawasan sehingga apabila ditemukan produk yang tidak sesuai, dapat melakukan penarikan (recall) produk dari pasar dan melakukan penegakan hukum,” sambungnya.
Baca Juga: Unik, Lampu Meja Philips LED dari 24 CD Bekas
Tulus juga menegaskan bahwa produsen dan pelaku usaha harus mengedepankan itikad baik dalam berbisnis, mulai dari pembuatan produk hingga cara memasarkannya.