Pada tahun 2020, hanya 5% kaum milenial (lahir 1982 – 1995) yang sanggup beli rumah. Sebaliknya, sebanyak 95% kaum milenial tidak memiliki rumah.
Kaum milenial kini disebut mendominasi jumlah penduduk di Indonesia. Generasi ini bahkan diprediksi akan kesulitan membeli rumah dalam beberapa tahun ke depan. Pasalnya, kenaikan harga rumah yang cepat tak sebanding dengan kenaikan pendapatan mereka. Di sisi lain, generasi ini juga cenderung punya gaya hidup yang lebih boros.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengungkapkan, saat ini rata-rata penghasilan kaum milenial tertinggal 10-15% setahun dibandingkan dengan kenaikan harga properti. Sehingga akan sulit bagi para milenial membeli rumah, apalagi bagi mereka yang gaya hidupnya cenderung hedonis atau yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Baca Juga:
- Cerita Ayu Gani yang Semakin Tergiur Bisnis Properti
- Incar Kalangan Milenial, Pengembang China Bangun Superblok di Pasar Rebo
- Survei Pasar Perumahan: Banten Tertinggi, Selanjutnya…
“Gaya hidup memang penting. Tapi masa depan kita lebih penting lagi. Menabung untuk membeli properti harus menjadi gaya hidup kaum milenial,” tegas Ali.
Pendapat Ali sejalan dengan hasil riset Rumah123 yang dipublikasikan pada akhir tahun lalu. Disebutkan bahwa pada tahun 2020, hanya 5% kaum milenial (lahir 1982 – 1995) yang sanggup beli rumah. Sebaliknya, sebanyak 95% kaum milenial justru tidak memiliki rumah.
Salah satu sebab utamanya adalah kenaikan harga hunian yang rata-rata per tahunnya mencapai 17%.
“Sementara UMR cuma sampai 10%. Hal ini juga hampir sama dengan wilayah lain di luar Jakarta, seperti Bodetabek,” kata Ignatius Untung, Country General Manager Rumah123.
Untung mencontohkan harga rumah berukuran 70 m2 di Summarecon Bekasi yang sudah mencapai Rp1,2 miliar. Dengan ukuran yang sama, di Tambun, Bekasi juga sudah mencapai Rp600 jutaan. Sedangkan rumah seharga Rp300 jutaan semakin sulit ditemukan.
“Untuk rumah second saja rata-rata sudah lebih dari Rp1 miliar,” imbuhnya.
Berdasarkan house price to annual income ratio atau rasio harga rumah berbanding pendapatan pertahun, harga rumah yang sebaiknya dibeli maksimal 3 kali dari penghasilan tahunan (12 kali gaji, bonus dan THR).
Jika diambil contoh rumah seharga Rp600 juta, maka generasi milenial harus memiliki penghasilan per tahun Rp200 juta atau perbulannya Rp16 jutaan.
“Jadi hanya sekitar 5% kaum milenial yang punya penghasilan sebesar itu,” tegas Untung.
Untung mencontohkan, gaya hidup milenial yang lebih mementingkan kesenangan, seperti travelling atau smartphone. Padahal kenaikan harga gadget maupun tiket perjalanan tidak begitu signifikan.
“Jadi rumah harus diutamakan. Travelling bisa ditunda dan harga tiket naiknya enggak besar. Sementara rumah naiknya sangat besar, bahkan pernah sampai 100% dalam setahun. Jika tidak didahulukan tidak akan punya rumah,” tegasnya.
##
Nah, gengsi dong, jika kelak kamu para milenial tinggal numpang di rumah mertua? Atau seumur hidup hanya dengan menyewa di kos-kosan atau kontrakan?
Mulai saat ini, ubah mindsetmu, menabung harus menjadi gaya hidup kalian!
Ayo milenial kita harus punya rumah! Nantikan pameran properti online pertama di Indonesia untuk kalian semua #HunianZamanNow, pada tanggal 1 – 31 Mei 2018 di www.PropertyExpo.id. Bebas Macet, Bebas Parkir, Kapan Saja Dimana Saja!
[…] Agar Milenial Tak Jadi Gelandangan, Lakukan Ini […]
[…] Agar Milenial Tak Jadi Gelandangan, Lakukan Ini […]