PropertiTerkini.com, (SURABAYA) — Kondisi pasar properti di Jawa Timur selama pandemi Covid-19 berlangsung diakui Rudy Sutanto, Ketua DPD AREBI Jawa Timur mengalami penurunan penjualan, jika dibandingkan dengan kondisi normal, terutama di primary market.
Namun demikian, bukan berarti investor tidak ada dana untuk membeli. Bagi end user di segmen menengah ke bawah, menurut Rudy, mereka belum berani memutuskan untuk membeli, kemudian realisasi untuk pelunasan juga terkendala di pembiayaan pihak ke-3 yakni KPR bank.
Baca Juga: AKR GEM City Tebar Promo di Klaster Terbaru
“Jika diperhatikan, sebenarnya properti sudah mulai tumbuh sejak usai diberlakukan PSBB Jilid I. Pembeli end user maupun investor sudah mulai berani untuk beli. Pengembang pun berani untuk launching unit tipe barunya, dan 60 persen terjual,” ujar Rudy belum lama ini.
Saat ini, kata dia, baik konsumen maupun pengembang sudah bisa beradaptasi. Demikian halnya, para agen properti dari AREBI juga telah menyesuaikan dengan cara digital untuk memasarkan properti.
Selama pandemi, 60 persen transaksi properti terjadi untuk pasar sekunder, sisanya untuk produk primary.
“Untuk produk sekunder kesulitannya ada di pembiayaan dari pihak ke-3 yakni KPR bank. Sementara untuk di primary kesulitannya pada persaingan unit ready stock dan indent, dimana yang ada ready stock memberikan skema pembayaran yang lunak,” ungkapnya.
Baca Juga: Bisnis Ruko Masih Menjamur, Pengembang: Pemborosan Nasional!
Sementara dari tipe huniannya, kata Rudy, rumah compact dengan luas tanah di bawah 90 meter persegi yang dijual di bawah Rp500 juta, masih cukup diminati.
Rumah-rumah tersebut, biasanya terdiri dari dua lantai dengan desain yang bisa menunjang kerja dari rumah (work from home) dan dilengkapi dengan fasilitas internet berkecepatan tinggi.
Saat ini, lanjut Rudy, pengembang telah menyesuaikan dengan kondisi new normal, sehingga baik desain maupun harga properti juga disesuaikan. Konsumen pun jika membeli properti, pasti disesuaikan dengan kebutuhan mereka, termasuk dengan budget ketersediaan dana dan kemampuan mencicil.
“Pasar terbesar adalah rumah compact yang merupakan rumah pertama bagi end user. Sedangkan bagi investor, menyesuaikan situasi market kebutuhan ke depan bahwa market rumah compact yang bisa lebih cepat terjual,” jelasnya.
Baca Juga: Harga Properti di Jawa Timur Turun 30 Persen
Sementara untuk hunian vertikal, Rudy tidak menampik jika stok apartemen di Kota Surabaya mengalami kelebihan (over supply). Namun, kebutuhan hunian tapak di kota itu, masih tetap masih besar. “Asal produk tersebut sesuai dengan kebutuhan pasar, khususnya end user,” imbuhnya.
Adapun properti komersial, seperti ruko, kata dia tetap menjadi primadona di Jawa Timur.
“Banyak pembeli yang bisa memanfaatkan untuk berbagai usaha, termasuk terpikirkan oleh mereka untuk dijadikan mini office space maupun coworking space dengan biaya yang lebih terjangkau,” ujarnya.
Saat ini, AREBI Jawa Timur memiliki 150 kantor broker yang tersebar di beberapa kota. Banyak kantor tersebut masih bisa menjual dengan baik, karena sejak 2018 AREBI Jatim sudah membekali anggotanya dengan berbagai pelatihan yang memanfaatkan teknologi.
“Sehingga dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini pun, mereka tidak begitu kesulitan untuk menyesuaikan diri,” ungkap Rudy.
Beberapa wilayah yang memiliki potensi penjualan properti masih cukup tinggi, antara lain Kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik Selatan, Gresik Utara, kemudian zona baru seperti di Kertosono, Nganjuk dan Pandaan, Malang, juga di Batu.
Melihat banyaknya kemudahan yang diberikan pengembang maupun perbankan saat ini, Rudy menyarankan agar konsumen properti di Jawa Timur tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Baca Juga: Benarkah, Wilayah Timur Jakarta Bangkit Lebih Cepat?
“Inilah saat terbaik. Konsumen bisa memilih begitu banyak pilihan dengan banyak kemudahan yang diberikan developer, seperti interior rumah, smart home, free biaya BPHTB, AJB, Balik Nama, hingga bebas biaya provisi KPR oleh perbankan,” pungkasnya.
*** Baca berita lainnya di GoogleNews