PropertiTerkini.com, (JAKARTA) – Tidak bisa dipungkiri jika tingkat okupansi hotel turun drastis semenjak awal Covid-19 merebak di Indonesia. Pasalnya pergerakan orang semakin terbatas, baik untuk kegiatan bisnis ataupun wisata, tempat wisata tutup, bandara, pelabuhan dan perbatasan sempat ditutup untuk beberapa waktu.
Senior Associate Director and Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, mengutip data Dinas Pariwisata Bali, terlihat bawah jumlah kunjungan wisatawan asing menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Baca Juga: Pengembang Apartemen Semakin Tak “PD”
“Untuk periode Januari-April 2019 dibandingkan Januari-April 2020 menunjukkan bahwa ada penurunan cukup drastis sekitar 42-45 persen wisatawan yang masuk ke Bali,” kata Ferry.
Temuan Colliers International Indonesia juga menunjukkan bahwa selama semester pertama 2020, hanya ada tambahan satu hotel baru, baik di Jakarta, Surabaya maupun Bali.
“Itu pun di bulan Februari 2020, artinya sebelum pandemi ini,” imbuhnya.
Bahkan, Ferry melanjutkan, sudah banyak proyek-proyek yang sedang dalam tahap konstruksi pun mundur.
Proyek yang sudah siap beroperasi menunggu kondisi pasar membaik. Sedangkan untuk proyek yang masih dalam konstruksi terhenti karena alasan keselamatan dan atau investor saat ini lebih memilih untuk menahan uangnya.
Tingkat Okupansi Hotel Turun
Tingkat hunian atau okupansi hotel di Jakarta, Surabaya dan Bali juga menurun drastis sepanjang Januari-Mei 2020. Ferry menjelaskan, sejak diumumkan adanya temuan virus Corona di Indonesia awal Maret lalu, langsung direpon negatif dengan turunnya okupansi perhotelan.
Menurut Ferry, rata-rata tingkat okupansi hotel sebelum adanya Covid-19 berkisar 60-70 persen, namun di Maret 2020 okupansi hotel turun hingga 30-40 persen.
Baca Juga: Diterpa Corona, Perkantoran di Jakarta dan Surabaya Menukik
“Dan mencapai titik terendahnya di April, dimana tingkat okupansi, bahkan untuk Bali hanya sekitar 7 persenan. Sementara di Jakarta dan Surabaya yang rata-rata adalah business hotel juga mengalami koreksi sampai di bawah 20 persen,” jelasnya.
Turunnya tingkat okupansi perhotelan juga direpons langsung oleh pengelola hotel, dimana Average Daily Rate (ADR) langsung terkoreksi cukup dalam.
Prediksi Semester II/2020
Imbas pandemi ini, maka sejumlah perubahan dipastikan akan terjadi di sektor perhotelan. Kebersihan akan menjadi hal yang utama, kemudian sejumlah fasilitas di hotel juga dibatasi penggunaannya atau bahkan dinonaktifkan, seperti gym, spa dan kolam renang. Juga tidak ada buffet.
New normal atau tren baru yang akan terjadi terhadap sektor hotel sehubungan dengan Covid-19 antara lain adalah teknologi baru akan lebih cepat diaplikasikan. Misalnya online check in & check out, teknologi yang menggunakan sensor. Intinya teknologi yang meminimalisir kontak.
Selanjutnya, kamar menjadi minimalis, hal ini untuk mengurangi jumlah barang-barang yang harus didisinfektan. Juga masker dan physical distancing akan menjadi new normal.
Sementara strategi yang dilakukan oleh hotelier dalam menghadapi situasi saat ini supaya mereka bisa survive menghadapi pandemi antara lain adalah mengoperasikan sebagian dari total kamarnya.
Baca Juga: Hotel Indonesia Group Siapkan Standar Operasional New Normal
Selanjutnya, memberlakukan shift bagi para pegawainya, membuat promo menginap, misalnya pay now, stay later, diskon menginap yang dipesan melalui hotel (bukan lewat OTA), juga lebih memasarkan F&B-nya.
“Namun demikian, strategi ini tidak sepenuhnya bisa ‘mengangkat’ kondisi hotel karena pada kenyataannya masyarakat masih cukup berhati-hati untuk bepergian dan cenderung lebih menyimpan uangnya daripada membelanjakannya,” jelas Ferry.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang bisa membantu sektor ini untuk pulih. Antara lain, adanya kerja sama dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku pariwisata sangat diperlukan untuk dapat mendukung recovery.
Aturan yang dibuat harus diseragamkan sehingga tidak ada daerah yang dirasa aturannya “lebih longgar” daripada daerah yang lain. Selain itu keseragaman protokol clean, hygiene and safety sangat diperlukan untuk meyakinkan orang-orang untuk melakukan perjalanan, baik untuk keperluan bisnis atau pun wisata.
Baca Juga: Banyak Karyawan Hotel Stres Karena Corona, RedDoorz Luncurkan “Hope Hotline”
Dari sisi strategi marketing, hotelier dirasa perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap strateginya, terlebih lagi banyak penyesuaian baik secara internal maupun eksternal.
Rekomendasi
Melihat betapa terdampaknya perhotelan di Indonesia, Colliers juga mengeluarkan beberapa poin rekomendasi.
Pertama, perlu adanya stimulus dan bantuan dari pemerintah terhadap perhotelan agar industri ini tetap “hidup”.
Kedua, hotelier melakukan reassessment. Karena banyak perubahan dan penyesuaian yang harus dilakukan sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ini.
Ketiga, saat ini, masyarakat sangat memperhatikan protokol cleaning, hygiene, safety (CHS) sehingga sangat penting bagi hotelier untuk meningkatkan protokol CHS, bahkan jika diperlukan ada sertifikasi internasional terkait protokol ini.
Baca Juga: Corona Baru Sebulan, Sudah 25 Hotel Jakarta Tutup, Bagaimana Nasib Ritel?
Hal ini dilakukan untuk dapat meyakinkan dan memberikan rasa aman bagi para tamu. Hotel-hotel chain besar (Accor, Marriott, IHG, dll) membuat video penerapan protokol CHS untuk meyakinkan masyarakat untuk menginap di hotel mereka.
Selain itu mereka bekerjasama dengan orang-orang yang ahli di bidangnya misalnya industri sanitasi, rumah sakit untuk menjamin kebersihan hotel.
Keempat, kerja sama dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku pariwisata sangat diperlukan untuk dapat mendukung recovery.
Keseragaman aturan, kebijakan dan protokol di semua lini sehingga dapat menarik minat wisatawan asing untuk kembali berkunjung ke Indonesia, baik untuk berbisnis maupun berlibur.
Kelima, yang paling utama adalah bagaimana pemerintah menanggulangi pandemi ini tetap menjadi yang utama.
Baca Juga: Gandeng KLHK, Kementerian PUPR Perkuat Infrastruktur Wisata Alam Pulau Rinca
Apabila belum bisa teratasi, maka wisatawan, khususnya wisatawan asing akan enggan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia, terlebih lagi apabila hal tersebut sudah diatur oleh pemerintah negaranya masing-masing.