Mohammad Ramdhan Pomanto adalah seorang arsitek peofesional dengan 700 karyanya yang tersebar di berbagai daerah. Ia lahir, tumbuh, dan besar di sebuah lorong sempit di Jalan Amirullah Kota Makassar, 30 Januari 1964.
Meski lahir di lorong sempit, namun tidak membuatnya sempit berpikir. Setelah berpuluh tahun bermain di ‘belakang layar’, pria yang akrab disapa Danny Pomanto ini pun terjun ke politik dan menjadi Walikota Makassar ke-17, sejak 2014 lalu.
Sejak menjabat, hasratnya menggebu menjadikan Makassar kota nyaman kelas dunia. Dia bertekad, membawah Makassar sebagai gerbang Timur Indonesia yang sarat pesona. Baginya, mengembangkan sebuah kota, bukan berarti memperbanyak sarana, namun tumbuhkan kesadaran warga.
Maka, sebagai anak lorong, dia memulainya dari lorong. Dia membenahi kota dari lorong dan menyulap kampung kumuh menjadi nyaman dan asri yang disebutnya lorong garden atau ‘longgar’. Setidaknya, dari 7.500 lorong yang ada, sudah lebih dari 65 persen dia benahi. Tidaklah heran, dua tahun berturut (2015-2016) penghargaan Adipura berhasil dirahi kota berjuluk ‘anging mamiri’.
Salah satu karaya besarnya adalah Masjid Amirul Mukminin, sebuah masjid ikonik di pelataran Bugis Makassar, Pantai Losari atau yang sering disebut masjid terapung. Dan tidak lupa, dalam tekadnya menjadikan Makassar smart city, dia jugalah yang mengarsiteki pengembangan sejumlah hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Makassar dengan terobosan apartemen lorong alias “Aparong”.
Danny yang menerima tim Property and The City di Rumah Jabatan Wali Kota Makassar, Jalan Penghibur 1, beberapa waktu lalu menuturkan sejumlah terobosan sekaligus rencana menjadikan Makassar yang lebih Smart dan Compact. Berikut wawancara lengkapnya:
Sebagai gerbang Indonesia Timur, bagaimana Anda memastikan agar pengunjung termasuk para investor nyaman dan happy masuk ke Makassar?
Saya arsitek, tapi saya tidak memulainya dari membangun gedung atau sarana lainnya. Saya memulainya dari jantung kota. Bersama warga kami membangun lorong dan menata kota menjadi lebih bersih dan nyaman. Termasuk juga kami memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan dan sosial lainnya. Jadi kami memulainya dari lorong yang disebut lorong garden atau longgar. Kalau soal kebijakan investasi, saya kira di Makassar sudah sangat mudah.
Dari situ kemudian Anda menata kota secara keseluruhan?
Saya kira hampir semua kota besar sama, memiliki perencanaan tata kota yang sudah jauh hari dipikirkan. Kebetulan tata ruang di Makassar ini juga saya yang bikin, saat sebagai konsultan kota, sebelumnya. Jadi kami sebutnya sebagai kawasan-kawasan terpadu. Sebagaimana rancangan Perda RTRW Kota Makassar 2010-2030, maka ada sebanyak 12 Kawasan Terpadu dan 12 Kawasan Strategis.
Klasteringnya bukan berdasarkan pemukiman, industri, dan lainnya, tetapi kita mengklastering terhadap fungsi-fungsi utama, misalkan di sekitar sini yang merupakan Kawasan Bisnis Global Terpadu, termasuk kawasan reklamasi kami yang tengah dikembangkan Ciputra. Jadi walaupun Kawasan Bisnis Global Terpadu, tapi juga ada pemukiman. Namun KLB atau Koefisien Lantai Bangunan-nya tinggi. Tapi memang ada juga wilayah yang khusus secara massif untuk pemukiman, seperti di sebelah timur Makassar.
Lantas apa sesungguhnya rencana Anda membangun Makassar menjadi Smart City atau Compact City?
Jadi memang sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Makassar 2015 ada sebanyak delapan Pusat-pusat Kota Baru. Saat ini progress pengembangan beberapa Pusat Kota Baru sudah terlihat dan sedang dibangun bersama (joint) dengan pengembang lokal dan pengembang nasional.
Tapi untuk pengembangan kawasan Pusat-Pusat Kota Baru tersebut, sepenuhnya akan dibangun oleh investasi swasta. Nah, ada empat Pusat-Pusat Kota Baru yang sementara dikembangkan tersebut, yakni Mutiara City yang berada di utara Makassar. Nanti jadinya kota mandiri dengan lahan sekitar 200 hektar dan saat ini dikerjakan pengembang lokal, Mutiara Property.
Ada juga Mandala City, proyek reklamasi. Terus Tallasa City di Kawasan Parangloe. Ini kota baru 700 hektar di Kecamatan Tamalanrea. FKS Land melalui anak usahanya PT Parangloe Indah yang kembangkan. Dan yang dekat di sini, proyek reklamasi yang kita kerjasamakan dengan Ciputra di Center Point of Indonesia (CPI). Termasuk juga kawasan Tanjung Bunga yang sudah lama dikembangkan Lippo Group. Jadi umumnya memang pengembangan kawasan kota baru tersebut berada di sepanjang pesisir Kota Makassar. Jadi dalam skenario RTRW 2015, Kota Makassar akan mengalami proses menuju ke Compct City.
Berarti reklamasi juga menjadi salah satu fokus pengembangan Anda saat ini?
Betul. Salah satu fokus pengembangan kota saat ini adalah reklamasi. Kami sudah melakukan reklamasi sejak 2004. Kami punya Perda tentang reklamasi sudah ada sejak tahun 2006. Kawasan reklamasi kami seluas 5000 hektar dan sementara jalan. Karena saat ini kami punya tanah yang belum terbangun hanya tersisa 45 persen. Kalau kita bicara tentang RTH publik harus 20 persen, maka tersisa sekitar 20 persen tanah saja. Sementara saat ini pertumbuhan sangat pesat sekali, sehingga tidak ada jalan lain selain reklamasi. Kami punya 8 tempat untuk reklamasi sebagai kota baru. Kawasan tersebut saya bikin lebih compact.
Lalu bagaimana dengan kesiapan infrastruktur kota menyambut konsep kota “Compact City” tersebut?
Saat ini memang kami konsen di infrastruktur jalan tol dalam kota sepanjang 140 km dan LRT (Light Rail Transit). Kami juga sudah punya pelabuhan baru dan bandara yang akan ditambahkan 2 terminal lagi. Jadi saya kira soal infrastruktur di Makassar masih cukuplah.
Sebagai pusat bisnis dan ekonomi, terutama di kawasan timur Indonesia, tentunya Makassar dilirik banyak investor, termasuk para pengembang properti. Bahkan saat ini juga sudah banyak pengembang nasional yang membangun properti di sini. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?
Saya kira menjadi hal yang wajar ketika banyak investor masuk ke sini. apalagi Makassar ini bukan saja menjadi hub untuk Indonesia Timur saja, tapi bagi seluruh Indonesia. Kenapa, karena Makassar selalu tumbuh. Dimana pada saat negeri ini lemah, bahkan saat turun ke 4,9 persen, kami tumbuh di 7,8 persen. Bahkan kami pernah 9-10 persen.
Sempat juga turun sampai 7,31 persen dan rebound saat saya dilantik menjadi Wali Kota dan sekarang menuju di 7,8 persen, bahkan sepertinya bisa tembus sampai 8 persen. Jadi Makassar ini sangat terbuka dan akan sangat unggul di era globalisasi. Kami tidak punya industri besar seperti di Bandung atau Surabaya, tapi ekonomi kami kuat. Karena capital, fresh money ada di sini. Kalau di Indonesia Timur, rakyat yang pegang uang bukan company. Jadi kekuatannya ada di rakyat.
Lantas sejauh mana Anda melihat peran para pengembang properti tersebut dalam menopang ekonomi dan pembangunan Kota Makassar?
Tentu mereka sangat berperan dalam membangun kota ini. Kita lihat ada Ciputra, Lippo, Agung Podomoro (meski dia belum jalan), ada Wika Realty, termasuk juga para pengembang lokal. Bahkan secara ekonomi, Makassar paling tinggi di Indonesia yang mencapai 8 persen. Metropolitan lain masih di bawah 6 persen. Jadi saya kira semua pencapaian itu juga karena peran daripada para developer yang sangat besar sekali.
Tapi ada beberapa developer yang masih mengeluh soal biaya pajak yang sangat tinggi di Kota Makassar ini?
Memang kami naikkan NJOP, karena masih terlalu rendah. Di lain pihak, tanah juga semakin susah. Itu tidak lain adalah memberi peluang bagi mereka untuk juga mengembangkan properti di luar kota. Kami ingin mengamankan tanah-tanah di dalam kota dengan cara menaikkan NJOP. Kalau soal perizinan, saya kira tidak sulit selama semua prosedur dan syaratnya sudah lengkap. Dan Kota Makassar ini termasuk yang paling cepat di Indonesia soal perizinan.
Kabarnya Anda juga menginisiasi pembangunan rumah murah bagi MBR yang disebut Aparong. Apa sesungguhnya terobosan ini?
Ini merupakan solusi sekaligus terobosan dari kami untuk mengatasi kondisi pemukiman yang buruk di beberapa kawasan di Kota Makassar. Apalagi saat ini juga lahan kota semakin sempit, dan di sisi lain harganya pun sangat mahal dan sudah pasti tidak terjangkau oleh masyarakat bawah. Dari situ kemudian kami berpikir untuk menghadirkan hunian layak huni, dan bisa menciptakan lingkungan yang bersi dan asri. Tapi juga tentunya harga yang terjangkau. Awalnya kami luncurkan dengan harga sekitar Rp 150 juta, tapi bagi MBR kami subsidi sekitar 50 persen.
Aparong atau apartemen lorong ini kami luncurkan sejak 2015 lalu dan sejak 2016 sudah mulai dibangun, baik di lorong juga di bantaran sungai. Aparong ini berukuran 83 meter persegi yang dapat kita rakit sendiri di lorong yang sempit pun. Kami rancang dengan konstruksi rangka baja ringan dan material kayu di dalamnya. Memang minimalis tapi bisa juga disusun menjadi menjadi empat lantai. Dan hanya butuh waktu sekitar 36 jam saja untuk bisa merakit satu Aparong ini.
Dengan berbagai terobosan dan rencana besar Anda membangun Kota Makassar, apa sesungguhnya yang menjadi target Anda?
Kita inginkan agar Makassar menjadi salah satu kota rujukan di Indonesia. Dan ini sudah terlihat dengan berbagai penghargaan bergengsi yang sudah kami terima. Kami juga masuk sebagai top inovasi Indonesia soal smart city. Kami juga sudah menjalin kerja sama MoU dengan Pemerintah Singapura yang disaksikan oleh Presiden RI dan PM Singapura. Jadi kami begitu yakin bahwa ke depannya Makassar ini akan menjadi rujukan seluruh kota di Indonesia, bahkan dunia. [pius klobor]
Semoga cita-cita Anda tercapai ya pak Wali Kota?