PropertiTerkini.com, (JAKARTA) – Penjualan properti menengah bawah atau pada segmen end user terpukul cukup tajam di triwulan pertama tahun 2020 ini. Mengutip rilis survei Indonesia Property Watch yang menyebutkan penurunannya tajam hingga 62,5 persen, serta pernyataan Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida yang memperkirakan turun hingga 50 persen.
“Adanya virus Corona membuat semuanya jadi kacau balau. Kelas non subsidi turunnya drastis sekali,” ujar Totok seperti diberitakan cnbcindonesia.com, Kamis (23/04/2020).
Baca Juga: Penjualan Properti Turun, Ini Strategi Bukit Cimanggu City
Padahal menurut dia, di Januari terlihat adanya peningkatan, namun sejak Februari dan puncaknya di Maret turun sangat drastis. Bahkan dia memperkirakan penurunan akan mencapai di sekitar 50 persen pada April 2020 ini.
Meski demikian, lanjutnya, penjualan properti untuk kelas menengah ke atas lebih drop dibandingkan dengan menengah bawah.
“Menengah bawah sebetulnya masih jalan. Memang ada hambatan, tapi kita diskusi terus dengan Kementerian PUPR, karena menengah bawah kita lebih bergantung pada regulasi. Karena kuota subsidi FLPP sudah habis jadi kami lagi menunggu yang SSB,” terang Totok.
Dalam kondisi ini, Totok bilang, cara yang bisa dimaksimalkan untuk memasarkan properti adalah secara online. Untuk ini, pengembang properti bekerjasama dengan para agen pemasar online.
Baca Juga: Strategi Pemasaran Properti ditengah Pandemi Virus Corona
“Tetapi properti kan memang harus dilihat langsung. Sehingga kondisi begini belum secara massal, tetapi mungkin hanya beberapa orang saja yang visit ke proyek tersebut,” ungkapnya.
Turun 62,5 Persen
Hasil survei Indonesia Property Watch pada kuratal pertama 2020 khusus di wilayah Jabodebek-Banten juga menunjukan penjualan properti menengah bawah atau di segmen end user turun tajam.
Ali Tranghanda, CEO IPW Property Advisory Group mengatakan, tidak hanya pasar investor yang memerlihatkan penurunan, pasar end-user yang diperkirakan berada di segmen harga menengah bawah pun mengalami penurunan sangat tinggi.
Penurunan tertinggi terjadi di segmen harga rumah dibawah Rp300 jutaan yang turun 62,5% (qtq) atau sebesar 68,8% (yoy). Di segmen yang didominasi oleh pasar end-user ini, ternyata tidak sanggup bertahan, apalagi dengan kecenderungan daya beli yang terus menurun.
Baca Juga: Intiland Hadirkan Virtual Show Unit SQ Rés
Kekhawatiran gelombang PHK dan menurunnya penghasilan membuat pasar di segmen ini diperkirakan akan terus mengalami penurunan bila kondisi belum pulih. Sementara itu di segmen harga di atas Rp1 miliaran yang didominasi investor juga terjadi penurunan 46,0% (qtq) atau 36,4% (yoy), masih lebih rendah dibandingkan penjualan di segmen harga menengah antara Rp300 jutaan sampai Rp1 miliaran.
Meskipun terjadi penurunan di segmen ini, diperkirakan pasar masih memiliki potensi daya beli yang cukup terjaga. Penurunan ini lebih disebabkan faktor psikologis dalam menunda pembelian.
Rata-rata 50,1 Persen
Survei Indonesia Property Watch tersebut juga mencatat nilai penjualan perumahan di wilayah Jabodebek-Banten turun tajam rata-rata 50,1 persen yang terjadi hampir merata di seluruh wilayah survei. Penurunan tertinggi berada di wilayah Bekasi sebesar 56,0%, diikuti Bogor 55,3%, Depok 50,9%, serta wilayah lainnya. Penurunan terendah terjadi di Cilegon sebesar 27,2%.
Secara umum, tingkat penjualan pasar perumahan primer di wilayah Jabodebek-Banten mengalami penurunan cukup tajam dari sisi jumlah unit maupun nilai penjualan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Survei dilakukan terhadap 95 proyek perumahan yang terbagi dalam 4 wilayah besar yaitu Jakarta, Bekasi, Bogor (termasuk Depok), dan Banten (Serang, Cilegon, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang). Nilai penjualan sebesar Rp1.440.918.534.767 pada triwulan sebelumnya harus jatuh sampai mencapai Rp719.056.090.052.
Baca Juga: Corona Baru Sebulan, Sudah 25 Hotel Jakarta Tutup, Bagaimana Nasib Ritel?
Indonesia Property Watch memperkirakan pasar akan terus menurun memasuki triwulan berikutnya, bahkan dikhawatirkan bila jatuh lebih dalam lagi. Para pengembang diminta untuk melakukan antisipasi dan pengetatan yang diperlukan untuk dapat menjamin daya tahan perusahaan ke depan. Kondisi ini diyakini masih akan terus berlanjut. Puncak anjloknya pasar perumahan diperkirakan terjadi pada triwulan 2 tahun 2020.